MENINGKATKAN
PRODUKSI TANAMAN TEBU & GULA DI PG BUNGA MAYANG, LAMPUNG
(SUATU
PENGALAMAN)
Memet
Hakim
Mantan
Administratur PG Bunga Mayang 1999-2001
ETCAS
Consultan
Dosen
LB, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
Pabrik Gula Bungamayang merupakan
salah satu Unit Kerja dari PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) yang bergerak
dalam budidaya tebu dan pabrik gula. Dimulai
tahun 1971 dan 1972 yaitu survei gula oleh Indonesia Sugar Study
(ISS) untuk melihat kelayakan pembangunan pabrik gula di luar Jawa.
Survei serupa juga dilakukan pada tahun 1979 dan 1980 oleh World Bank meliputi
lima lokasi termasuk Ketapang di Provinsi Lampung. Pada saat itu proyek
diserahkan kepada PT. Perkebunan XXI-XXIII (Persero) yang
berkantor pusat di Surabaya untuk melaksanakan
pembangunan dua pabrik gula ini. Sekarang ibarat gadis cantik dan menarik, PG
Bunga Mayang seharusnya dapat menopang PTPN VII secara nyata.
Pabrik Gula didirikan
tahun 1982 sampai tahun 1984, kebun tebunya mulai ditanam tahun
1980. Secara nyata, dibangunnya kebun tebu seluas lebih dari 10 ribu ha dengan
satu unit pabrik berkapasitas giling 7.000 ton tebu per hari ini memancarkan
gelombang ekonomi yang begitu kuat
Tulisan ini merupakan suatu
pengalaman saat penulis ditugaskan menjadi administratur di PG Bunga Mayang,
PTPN VII, Lampung, pada tahun 1999-2021 yang mungkin bermanfaat untuk digunakan
sebagai referensi dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman tebu. Latar
belakang saya berasal dari PTP X yakni aneka tanaman, menjadi Administratur di beberapa
kebun Karet dan Kelapa sawit. Pada tahun 1998-1999 sempat ditugaskan menjadi
Kepala Bagian SDM di PTPN VII (gabungan PTP X, XI, XXIII, XXXI) yang berada di
wilayah Sumatera Bagian Selatan. Saat itu yang menjadi Direktur Utama adalah Drs
Dadan Rusyad Nurdin Ak, beliau yang menugaskan penulis untuk memperbaiki
kinerja PG Bunga Mayang yang sedang terpuruk, merugi terus menerus.
Saat menjadi Kepala Bagian SDM
(tahun 1998), merupakan kesempatan yang baik untuk berperan menyatukan berbagai
budaya kerja yang dibawa dari 4 perusahaan diatas. Budaya Aneka Tanaman dan
Pabrik Gula adalah yang paling berbeda dan unik. Strata organisasinya dan
system organisasi nya juga berbeda. Budaya kerja yang berbeda ini ini yang
harus menjadi budaya kerja baru yang dapat diterima oleh semuanya. Sasarannya
adalah melebur budaya lama menjadi budaya baru lewat program lintas komoditi.
Sampai saat ini PTPN X merupakan satu2nya PTPN yang berhasil menyatukan budaya
gula dan aneka tanaman dalam arti sebenarnya.
Latar
belakang pendidikan penulis adalah lulusan dari fakultas pertanian Universitas
Padjadjaran, jurusan Teknik Pertanian. Kemudian pada saat menjadi Administratur
di unit Bekri 1994 melanjutkan studi tentang manajemen Keuangan di Universitas
Bandar Lampung, sehingga paling tidak dapat membaca laporan keuangan dan arus
dana serta rasio2 keuangan. Selanjutnya berkat pengalaman langsung di lapangan
dapat menerbitkan buku Tebu, yang menjelaskan bagaimana caranya membuat Kebun
Bibit tebu, supaya produktivitasnya tinggi agar murah harga pokoknya. Kemudian 7
tahun kemudian akhirnya melanjutkan studi lagi ke tingkat doktoral untuk
meneliti dan mempelajari sebab musababnya industri gula semakin redup. Jadi Ada
beberapa hal yang membuat industri gula semakin merana yakni : 1. masalah etos
keja (SDM) & organisasinya, 2. masalah teknis agronomi dan 3. Politis.
Kendala
utama masalah gula nasional, adalah politik. Sejak pabrik gula rafinasi diijinkan 1990 an, secara perlahan
tapi pasti industri gula melemah. Kemenperin (2020) mencatat, terdapat 11
pabrik gula rafinasi dengan kapasitas terpasang 5,016 juta ton per tahun. Semua
milik swasta. Dominasi cengkraman aseng makin kuat, sehingga industri gula
& petani tebu terbunuh pelan2. Pabrik Gula bumn makin menurun perannya.
Upaya lewat holding (Sugar Co) belum terlihat hasilnya.
Saat itu dibuat
program lintas komonditi, para asisten atau sinder, asisten kepala/Kepala
tanaman dari Aneka tanaman dimutasikan ke Pabrik Gula dan sebaliknya. Ini
langkah pertama untuk membaurkan budaya dan menyamakan persepsi di dalam
organisasi. PG Bunga mayang yang kapasitas pabriknya 7.000 TCD ini, sejak
hampir 8 tahun sebelumnya merugi. akibat luas tanaman tidak mencukupi dan
produktivitas rendah, sehingga pabrik hanya bekerja selama 3-3.5 bulan saja,
itupun pasokannya jarang sesuai dengan kapasitas pabrik.
Inilah data teknis Kinerja PG Bunga
Mayang tahun 1966-1999 sbb
Tabel 1 : Kinerja PG Bunga Mayang 1996-1999
No
|
URAIAN
|
1996
|
1997
|
1998
|
1999
|
1
|
Ha
Digiling (idealnya 14.000 ha)
|
14,603
|
12,452
|
10,698
|
11,561
|
2
|
Ton
Tebu Digiling (Idealnya 1,260,000 ton )
|
733,898
|
801,525
|
598,011
|
660,496
|
3
|
Ton
Tebu/ha (Minimal 80 ton/ha)
|
50.26
|
64.37
|
55.90
|
47.56
|
4
|
Rendemen
(%) Ã
(Norma 9 %)
|
5.37
|
6.41
|
3.35
|
6.84
|
5
|
Total Hablur
(ton)
|
39,437
|
51,706
|
20,034
|
45,150
|
6
|
Total
Hablur/ha
|
2.70
|
4.15
|
1.87
|
3.11
|
7
|
Jam
Berhenti (Norma : 5 %)
|
15%
|
8%
|
45%
|
12%
|
8
|
% Pol
Tebu (norma 12 %)
|
7.35
|
8.42
|
7.94
|
8.63
|
Sumber : Data
Primer PG Bunga Mayang
Terlihat dari data
diatas, produktivitas tebu tahun 1999 saat itu reratanya 47 ton/ha, hablur 3.11
ton/ha, bahkan setahun sebelumnya hanya
1.87 ton hablur/ha. Sangat rendah dan tentu saja akan merugi. PG ini akan
memperoleh laba jika produktivitasnya minimal 70 ton tebu/ha, tapi sasaran
ditetapkan 80 ton tebu/ha, sehingga produktivitas hablurnya dapat mencapai
minimal 5.6 ton. Prosentasi jam berhenti pabrik (Down time & Breakdown)
jauh diatas norma, artinya banyak masalah juga disini. (norma 5%, realisasinya
belasan % sampai 45 %. Ini masalah pokok yang harus dihadapi.
Tidak pernah terpikir
bahwa saya harus menjadi Administratur di PG Bunga Mayang yang budaya kerja dan
organisasi nya berbeda dengan di Aneka Tanaman. Buat saya ni suatu kesempatan
untuk membuktikan bahwa pabrik gula ini harus menguntungkan, sama saja dengan
perkebunan lainnya, priorotas pertama adalah produksi, kedua produksi dan ke 3
tetap produksi juga. Lewat produksi ada uang yang mengalir dan mendapat laba. Ada 4 permasalah utama untuk memperbaiki
pabrik gula ini ke tingkat normal yakni :
1.
Masalah
SDM, dimana para staf dan karyawannya sudah kehilangan etos kerja. Mereka
merasa seperti tidak berdaya, karena telah terbiasa bekerja seperti ini. Ibarat
tim sepakbola, merupakan the looser team, mental tim sedang berada pada
tingkat terendah, tidak punya percaya diri, karena selalu gagal. Faktor ini
sangat mengganggu, padahal kemampuan individual dapat dikatakan sangat baik.
2.
Masalah
luas tanaman dari kapasitas pabrik 7.000 TCD, teoritis hanya memerlukan areal
tanaman 14.000 ha saja, jika rerata produktivitasnya 80 ton/ha. Akan tetapi
dengan produktivitas hanya 47 ton/ha, diperlukan areal seluas 24.000 ha.
Kapasitas pabrik hanya digunakan sebesar 34 % saja, ditambah dengan pembelian tebu dari
perusahaan lain, maka kapasitas pabrik bisa digunakan sampai 44 %, padahal tingkat
rendemen gula akan baik, jika pasokan tebu setiap harinya secara kontinyu
sesuai dengan kapasitas pabrik.
3.
Areal
Kebun Bibit tebu, tidak jelas dan kurang sekali. Jika kebun tebu giling ada 14.000
ha, dengan umur tebu 4 tahun yakni PC 1x, Ratun 3 x, maka kebutuhan Kebun Bibit
Datar seharusnya ada 3.500 ha, sehingga total tanaman menjadi 14.000 ha.
Kenyataannya jauh dari yang seharusnya, sehingga banyak Tebu Giling yang
dikorbankan untuk bibit. Untuk itulah Kebun Bibit cukup dibuat 2 strata yakni
Kebun Bibit Pengembangan dan Kebun Bibit Perpanjangan, dengan lokasi tetap,
sehingga areal Kebun Bibit bisa berkurang sebesar 50 % nya menjadi cukup 1.750
ha. (lihat buku “Menuju Swasembada Gula dengan 4 Pilar
Terobosan, 2008”). Kebun Bibit Perbanyakan ini harus dilakukan secara terpusat
paling tidak di 3 titik masing2 sekitar 700-800 ha yang dipimpin oleh 3 sinder
Bibit.
4.
Realisasi
areal tersedia 20.000 ha, di klaim masyarakat 10.000 ha, praktis yang dapat
ditanami hanya 10.000 ha, atau efektifnya sekitar 7.000 ha saja setelah
dikurangi emplasemen, jalan dan rendahan. Artinya ada sinder dan sinder kepala
yang tidak memiliki areal tanaman, mereka inilah yang diberi tugas menjadi
sinder dan sinder kepala di TR agar areal tanaman bertambah. Peningkatan
produktivitas lewat intensifikasi adalah cara satu-satunya. Di kemudian hari
areal yang di klaim masyarakat dapat dikuasai Kembali seluas 7.000 ha, sehingga
total menjadi 17.000 ha. Jika ditambah TR maka jumlahnya dapat mencapai diatas
20.000 ha. Artinya lahan tidak menjadi penyebab turunya produktivitas produksi.
Masalah teknis tidak
dominan, sehingga akhirnya upaya peningkatan produktivitas difokuskan di ketiga
masalah diatas (butir 1-3), bagaimana mental tim yang selalu kalah (the looser
team) harus diubah menjadi tim bermental juara atau (the winning team) .
Ini pekerjaan lumayan menarik dan cukup memerlukan perhatian. Dengan bantuan
Direksi, saya diberikan wewenang untuk mengatur kembali posisi staf tanaman,
Tata Usaha, Teknik dan pengolahan dilingkungan internal. Perhitungan kebutuhan
areal sebagai berikut :
Tabel 2. Perhitungan Kebutuhan Luas Areal Tebu berdasarkan
kapasitas Pabrik
URAIAN
|
TON/HA
|
Kapasitas
PG Ton Cane per Day (TCD)
|
7,000
|
Jumlah
Hari Kerja
|
180
|
Total Kapasitas/musim
Ton
|
1,260,000
|
Protas
ton/Ha
|
80
|
Luasan
Tebu Giling (Ha)
|
14,000
|
Luas
Ha Areal Kebun Bibit (2 Stage)
|
1,750
|
Luas
Ha Emplasemen, Jalan, Embung, dll (30 %)
|
4,200
|
Luas
Kebutuhan Total areal
|
19.950
|
Jadi kebutuhan areal
kotor termasuk jalan, emplasemen dan kebun bibit adalah sebanyak 19.950 ha,
atau jika dibulatkan menjadi 20,000 ha. Areal
PG Bunga mayang tersedia sekitar 20.000 ha, akan tetapi saat itu dituntut oleh
masyarakat 10.000 ha, sehingga praktis yang dapat ditanami hanya sekitar 10.000
ha. Hanya sekitar 7000 ha yang dapat diselesaikan sehingga total saat ini
sekitar 17.000 ha. Tentu lahan TR berada diluar areal ini, sehingga jumlah
20.000 tetap dapat dicapai.
Untuk memutus rantai
birokrasi, seluruh Kepala Rayon dinaikkan jabatannya setingkat Asisten
Kepala/Kepala Tanaman, jadi saat itu Administratur mempunyai 6 Asisten/sinder
Kepala, ditambah1 Kepala Pabrik. 1 Kepala Teknik dan 1 Kepala Tata Usaha. Kelebihan
staf di bagian Teknik, Pengolahan, Tata usaha semuanya di jadikan asisten
tanaman, supaya mereka berperan mencari laba usaha secara langsung. Bagaimanapun
laba usaha dapat diperoleh jika ada gula yang cukup.
Teknisnya di lapangan
asisten tanaman/sinder yang berasal dari aneka tanaman disisipkan diantara
sinder tanaman tebu. Lahan miring atau rendahan pun harus ditanami, agar
seluruh areal menjadi produktif. Tebu
Rakyat yang sangat minim saat itu harus diperbanyak agar pasokan tebu ke pabrik
meningkat. Diangkat beberapa sinder TR yang baru, walaupun arealnya belum ada,
mereka ditugaskan untuk mencari lahan dan memberi contoh terlebih dahulu.
Dibidang organisasi
antara Aneka Tanaman dan Gula ada perbedaan prinsip di lapisan Kepala rayon
& Sinder sbb :
Tabel 3 :
Perbandingan Organisasi dan Tanggung Jawab Sinder di Afdeling
Asisten Afdeling (Aneka Tanaman)
|
Sinder Afdeling (Pabrik Gula
|
1.
Bertanggung
jawab atas fisik dan biaya diareal yang dipimpinnya
2.
Pekerjaan
Pengolahan Tanah dikerjakan oleh sendiri
atau pihak lain, tetapi ybs bertanggung jawan atas kualitas dan biayanya
3.
Pekerjaan
Panen sampai produksi tiba di pabrik merupakan tanggung jawab Asisten
4.
Asisten
Tanaman harus bertanggung jawab atas seluruh produksi sampai tiba di pabrik
beserta biayanya.
5.
Asisten
Tanaman berlaku sebagai Manager secara utuh
6.
Tugas
Asisten Tanaman sama persis dengan tugas Kepala Rayon di PG.
|
1.
Bertanggung
jawab atas tanaman dan biaya tanaman saja
2.
Pekerjaan
Pengolahan tanah dan perawatan dengan menggunakan alat mekanisasi merupakan
tanggung jawan Sinder Mekanisasi
3.
Pekerjaan
Panen (Tebang Angkut) sampai mencari tenaganya dilakukan oleh Sinder TMA.
4.
Praktis
Sinder Tanaman, hanya melaksanakan tanam dan perawatan saja. Sinder Tanaman
tidak menguasasi pembiayaan ddari Mekanisasi dan panen.
5.
Sinder
tanaman merupakan sinder spesialisasi, tidak menguasi keseluruhan di
afdelingnya
6.
Tugas
Sinder Tanaman seperti tugas mandor di Aneka Tanaman.
|
Perbedaan prinsip
penugasan inilah yang harus dibaurkan, penulis memilih Sinder Tanaman harus
bertanggung jawab sepenuhnya atas areal, produktivitas, produksi, keamanan dan
seluruh biayanya. Perubahan organisasi yang dilakukan adalah berdasarkan
prinsip diatas. Nama asisten diganti dengan nama Sinder supaya tidak ada
perbedaan. Untuk hal ini kami mengadopsi pola di aneka tanaman, sehingga
para sinder harus tahu, berapa harga pokok tanaman di lapangan sampai masuk
pabrik. Semua upaya ini untuk mendukung management by objective
dalam rangka menyusun peringkat sinder, peringkat kepala tanaman. Tentu dengan
cara terbuka dan objektif seperti ini, etos kerja bertambah kuat. Begitu pula
pada TR mereka harus dapat membimbing dengan dana kredit yang disiapkan dapat
memperoleh laba. Dengan demikian areal tanaman tebu akan bertambah. Sinder TR
(Tebu Rakyat) ditugaskan untuk memiliki lahan sewa dan menanam tebu sendiri,
kredit untuk modal kerja disiapkan. Diharapkan rakyat disekitarnya dapat ikut
bergabung setelah melihat keuntungan mengelola TR.
Perubahan mendasar di
dalam manajemen juga menjadi hal baru yang membuat para sinder lebih antusias
dan bertanggung jawab. Sinder TS (Tebu Sendiri) juga diperbolehkan memiliki
areal TR sendiri, itulah berbagai cara untuk menambah luas areal tebu dari 11.500
ha menjadi lebih besar. Hanya saja kelak ijin memiliki lahan TR secara pribadi,
dijadikan persoalan karena ada sinder yang memiliki tebu agak luas, walau
sebenarnya membantu meningkatkan laba usaha PG Bunga Mayang.
Selain itu semua mandor,
mandor besar, sinder yang menghasilkan tebu diberikan premi Rp 1,-/kg tebu
giling yang masuk ke pabrik, begitu juga untuk seluruh asisten kepalanya. Untuk
staf teknik diberikan premi atas dasar sedikitnya downtime dan breakdown
mesin. Sedang untuk Bagian Pengolahan berdasarkan rendemen dan pasokan tebunya.
Manajemen by Objective benar2 digunakan agar semua unsur staf dapat
berkompetisi secara sehat. Semakin banyak tebu masuk pabrik preminya akan
semakin tinggi, ternyata ini berhasil memacu motivasi kerja para sinder dan
mandor di lapangan. Peringkat produktivitas sinder tanaman selalu diumumkan
setiap hari berdasarkan tebu yang masuk ke pabrik. Mereka bersaing ingin yang
terbaik. Di dalam penilaian kondite juga daftar peringkat ini menjadi acuan
utama.
Pemberian premi dan
pemberian ijin memiliki lahan TR ini ternyata dapat mengurangi kecurangan yang
biasa dilakukan di lapangan, karena mereka sudah mendapatkan pendapatan
tambahan yang cukup menarik dan halal. Ini juga salah satu cara merubah mind
set dari yang bekerja seadanya menjadi ber “pola pikir bisnis” dan
“berkerja dengan hati”. Semua sinder tanaman dinilai berdasarkan prestasi
perolehan tanaman tebunya. Pada tahun kedua banyak sekali kejutan areal TS dan
TR bertambah dari sekitar 11.500 ha menjadi lebih luas Produktivitas tebu
meningkat dari 47 ton/ha/tahun menjadi 79 ton/ha/tahun, sehingga pabrik dapat
bekerja lebih lama dan gula yang dihasilkan lebih banyak, padahal masalah
teknis belum disentuh.
Yang menarik sekali dari
upaya ini adalah ternyata yang berhasil mendapatkan produktivitas tertinggi
adalah sinder yang berasal dari bagian pengolahan, bagian teknik dan aneka tanaman.
Perolehan produktivitas staf yang berasal dari tebu itu sendiri berada di papan
tengah dan bawah. Mungkin karena sinder tanaman merasa lebih tahu secara
teknis, jadi lalai, sedang yang belum tahu, melaksanakan petunjuk dengan
sepenuh hati. Kelak mereka ini ada yang menjadi pimpinan di lingkungan PTPN VII.
Fakta ini menunjukan
bahwa etos kerja itu besar sekali pengaruhnya, para sinder yang berasal non
tanaman, mereka merasa tertantang untuk mengalahkan temannya dari sinder
tanaman. Akan tetapi sinder tanaman yang mengetahui masalah teknisnya belum
merasa tertantang, karena sudah terbiasa. Setelah mendapatkan premi yang
lumayan jumlahnya, barulah mereka ikut tertantang dan termotivasi. Inilah
pengalaman yang paling mengesankan bagaimana PG yang selama 8 tahun merugi terus
menjadi unit yang menguntungkan melalui peningkatan produktivitas dan
efisiensi, bahkan menjadi tulang punggung perusahaan.
Sebagai parameter
produktivitas adalah pabrik gula yang terdekat yakni PT Gunung Madu Plantation
yang tingkat produktivitasnya cukup baik. Kinerja perusahaan itu digunakan sebagai
pembanding kinerja PG Bunga Mayang. Tahun pertama di PG Bunga Mayang, hanya
melakukan
1.
Perubahan
paradigma mengelola tanaman tebu supaya dapat menguntungkan, bukan sekedar
mendapatkan upah kerja saja,
2.
Memotong
jalur birokrasi dengan re-organisasi di internal,
3.
Melakukan
briefing, evaluasi secara berkala (mingguan, bulanan).
Tahun kedua sudah
terlihat tanda2 keberhasilan dari mulai semangat kerja yang mulai tumbuh.
Tanda-tanda itu terlihat dari topik pembicaraan jika mereka saling bertemu, ada
rasa kompetisi, ada rasa saling memberi info dan ada rasa bangga terhadap hasil
pekerjaannya. Ini sangat penting karena dengan semangat kerja seperti ini
kinerja akan meningkat. Pada tahun ke-3 yakni tahun 2001, produktivitas menjadi
79 ton/ha dan luasan tanaman tebu bertambah (Sayang data primernya belum
diperoleh).
Walaupun belum 100%
tercapai apa yang diinginkan, tapi yang jelas pada tahun kedua ini, PG Bunga
Mayang sudah mulai bisa berkontribusi positip, sudah mengunttungkan. Unit PG
yang selalu beban unit kerja aneka
tanaman, sekarang sudah bisa berdiri tegak, bahkan bisa membantu unit yang
merugi. Kapal yang terseok-seok hampir tenggelam itu, telah menjadi kapal
induk yang kuat. Sayang sekali pada pergantian Direksi berikutnya, apa yang
telah dilakukan dan dicapai justru dikembali ke posisi awal sampai sekarang,
tidak heran jika kapal induk yang siap melindungi unit lainnya kembali menjadi
beban.
Selepas
meninggalkan PTPN VII, pengetahuan tentang tebu dan gula ini sempat
dimanfaatkan di Direktorat Jendral Perkebunan, sebagai Sekretaris Tim
Percepatan dan Peningkatan Produksi Gula membantu Dr.Ir. Nasirudin Amirudin
sebagai ketuanya saat Ir. Achmad Mangga Barani, MM, sebagai
Dirjen Perkebunan. Sayang sekali sekali saat itu, tim tidak dapat membuat
perencanaan yang menyeluruh untuk memperbaiki nasib petani tebu rakyat dan BUMN
gula, sehingga hasilnya tidak dapat memenuhi harapan Dirjenbun saat itu. Jika
masalah di PG Bunga Mayang adalah SDM (etos kerja dan mind set)
Secara
teknis memang untuk meningkatkan produktivitas perlu diperhatikan pemupukan, dosis,
frekuensi, cara dan waktu aplikasi. Pemberikan bahan organik dan zeolite dapat
membuat sinergi positip. Diagnosis and recommendation integrated system
(DRIS) perlu digunakan supaya tercapai produktivitas optimum. Pembibitan
dengan pola 2 tahap dapat menghasilkan tebu giling yang lebih luas pada tingkat
harga yang sama. Menggunakan bibit sebanyak 12 ton bibit tebu, hasilnya akan
diatas 100 ton/ha, ini cara praktis tapi efektip.. Dengan pola kebun bibit
konvensional (4 tahap) sebanyak 6-7 ton ha, biayanya akan sama dengan 11-12
ton/ha jika menggunakan kebun bibit 2 tahap.
Faktor
dominan berikut yang mempengaruhi hasil tebu bibit adalah jumlah batang, Indeks
Luas Daun, serapan N dan tinggi tanaman. Pengaturan jarak tanam dan dosis pupuk
urea dapat meningkatkan hasil pada lahan kering. Dalam upaya mencapai swa
sembada gula, tanaman tebu di lahan kering bahkan yang terbengkalai ataupun
yang berbukit pun dapat ditingkatkan, artinya potensi tebu di lahan kering
bagus, jika dikelola dengan baik. Untuk mendapatkan rendemen gula yang baik,
pasokan tebu harus kontinyu dan sesuai kapasitas pabrik, varitas terpilih, tebu
segar dan manis, umur tebu ideal dan jam berhenti < 5%.
Referensi
:
Memet
Hakim, 2008, Tebu, Menuju Swasembada Gula dengan 4 Pilar Terobosan, Emha
Training
Center & Advisory Services dan
Media Perkebunan Dirjenbun.
Memet
Hakim & Sulya Djakasutami, 2010, To Obtain the Maimal Yield by Using N
Fertilizer in
Sugarcane, Agronomy Journal, ASA,
Madison,WI (Draft)
Memet
Hakim, 2013, Peningkatan Hasil Tebu Bibit pada Aeric Humaquepts dan Typic
Haplohumults
dengan Pemupukan Nitrogen dan Jarak
Tanam di Kebun Bibit, Disertasi Program Pasca Sarjana Univ. Padjadjaran
Memet Hakim, 2022, Pembunuh
Industri Gula itu ternyata Rafinasi,
https://energyworld.co.id/2022/12/27/pembunuh-industri-gula-itu-ternyata-rafinasi/
PTPN
Vll (ptpn7.com), 2022, PG Bunga Mayang, Magnit Ekonomi
Kawasan Ketapang.
https://www.ptpn7.com/Readpost/pg-bungamayang-magnet-ekonomi-kawasan-ketapang#
Scribd.com, Kondisi Dan Gambaran Umum PG bungamayang,
https://id.scribd.com/doc/277110441/Kondisi-Dan-Gambaran-Umum-PG-bungamayang