DAMPAK PROGRAM B30 DAN B100 SIAPA YANG
MENIKMATINYA ?
Memet Hakim
Dosen LB, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
Ketua Aliansi Profesional Indonesia Bangkit
Di bidang Perkebunan, program B30 yang dimulai sejak 1
Januari 2020 adalah salah satu program nasional yang dianggap pro rakyat dan
berhasil, akan tetapi sayang sekali implementasinya tidak seindah programnya. Yang
jelas kuota ekspor CPO 2019 ke Uni Eropa mencapai sekitar 3.5 juta ton dapat
ditutupi oleh program B30 tahun 2020 sejumlah 4.7 juta ton, artinya pasar tetap
tersedia dengan adanya kenaikan kebutuhan domestik, sehingga harga jual CPO
tetap stabil.
Saat ini kebun
kelapa sawit luasannya mencapai sekitar 14 juta ha, memiliki nilai yang sangat
strategis bagi kehidupan bangsa Indonesia dan sangat penting bagi perekonomian
rakyat serta sebagai sumber energi di dalam negeri dan merupakan sumber
penerimaan Negara yang cukup berarti. Areal perkebunan rakyat sekitar 5 juta ha
36 %), sisanya 9 juta ha adalah perkebunan besar dan 7,8 juta hektare (57 %) di Indonesia milik asing
(Antara News 2016). Di antaranya pengusaha asal Malaysia, Singapura, AS,
Inggris, Belgia. Perkebunan milik BUMN hanya 1 jita ha saja (7 % ).
Biodiesel adalah bahan bakar
alternatif yang dihasilkan dari bahan alami yang terbarukan seperti minyak
nabati dan hewani. Secara definisi, biodiesel adalah senyawa metil-ester hasil
dari proses esterifikasi/transesterifikasi minyak nabati atau lemak hewani. Standar
mutu biodiesel dalam negeri di Indonesia mengikuti SK Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi No.
100 K/10/DJE/2016
Mulai awal tahun 2020, Pertamina diberi mandat
untuk mengimplementasikan B30, tapi harga jual tidak berubah. Mandatori
B30 Mulai diimplementasikan awal Januari 2020. B30 merupakan bahan
bakar biosolar dengan kandungan 30% Fatty Acid Methyl Ester (FAME) atau minyak
nabati dari kelapa sawit dan ini yang pertama di dunia. Kandungan FAME ini
tidak berdampak pada mesin diesel kendaraan, tarikan tetap terjaga, kualitas
BBM lebih baik dan ramah lingkungan. Biodiesel yang umum digunakan dari CPO
adalah “esterifikasi untuk bahan baku berupa asam lemak metil ester atau FAME (Fatty
Acid Methyl Ester) inilah yang selanjutnya menjadi biodiesel setelah
dikeringkan dan difilter.
Penggunaan B30 menunjukkan adanya penurunan emisi
dan kadar sulfur (SO2) pada pembuangan.. Kandungan sulphur biodiesel hanya 100
ppm dibanding solar 3.500 ppm. Biodiesel dapat digunakan murni dan dapat juga
dicampur dengan solar, akan tetapi dibutuhkan penyesuaian pada beberapa bagian
diluar mesin. Komposisi senyawa Solar terdiri dari Hidrokarbon, sedang
Biodiesel berupa Ester asam Lemak, angka setan biodiesel minimal 51 sedang
solar hanya 48, ini pertanda ada perbedaan kualitas.
Selisih harga biosolar B30, ditanggung melalui
insentif Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP KS), sehingga
masyarakat tetap akan menikmati biosolar ini dengan harga yang sama. Keputusan
Menteri ESDM no 227, tahun 2019 menyatakan B30 diperuntukan pada Biosolar
bersubsidi dan non subsidi Dexlite. Artinya pajak ekspor minyak sawit sebagian
ada yang dikembalikan untuk mensubsidi kendaraan diesel.
Komunitas Industri sebenarnya telah siap sejak
awal 2019, Kendaraan Niaga seperti Krama Yudha Berlian Motor dan Hino juga
telah riset dan menyesuaikan dengan bahan bakar biosolar. PLN bahkan sejak 2018
telah menggunakan biosolar ini dan saat ini sedang meneliti kemungkinan
penggunaan CPO (crude Palm Oil) langsung sebagai bahan bakar tanpa proses
esterisasi terlebih dahulu. Produsen mesin diesiel Isuzu , Tata Motor dan Don
Feng juga melakukan hal yang sama. Hasil Uji coba B30 pada beberapa kendaraan
ternyata tidak ada masalah apapun termasuk pada bagian luar mesin seperti
selang, tangki dan filter, hanya saja masih memerlukan penyempurnaan pada kadar
airnya.
2024 1 Januari 2024 B100
Gambar : Sketsa
Perkembangan Program Biodiesel
Program B30-plus Berperan jadi bantalan penurunan
harga CPO, karena alokasi ekspor ke Uni Eropa dapat diserap oleh permintaan
domestik. Jika program B100 dijalankan maka akan ada 15 juta ton CPO yang
dibutuhkan. Jumlah tersebut adalah sekitar 35 % dari Produksi Nasional,
sehingga akan terjadi kelangkaan CPO ndi pasar global, artinya ada kenaikan
harga. Siapa yang akan menikmatinya, tentu perusahaan asing karena mereka
memiliki 57 % dari areal. Mungkin jika dihitung dari segi produksi bisa sampai
ke level 60 %. Sisanya 35 % perkebunan rakyat dan hanya 7 % BUMN.
Kenyataan ini terlihat sangat pahit, yang
menghambat penjualan ekspor adalah orang asing dan yang menikmati harga baik
juga pihak asing. Walaupun demikian niat pemerintah sudah baik dan perlu
didukung penuh. Ada multiplier effect bagi 13.5 juta petani perkebunan kelapa
sawit. Ini artinya B30 akan berdampak kepada para perkebunan kecil yangt
membina petani rakyat yang selama ini bekerja di kebun sawit dan para pekerja
di pabrik kelapa sawit.
Selain itu program percepatan biodiesel juga
dimaksudkan untuk memberi sinyal kepada Uni Eropa dan negara negara lain bahwa
industri minyak sawit Indonesia akan lebih mandiri dan mengurangi
ketergantungan terhadap pasar ekspor seiring berjalannya waktu dengan cara
memacu permintaan CPO domestik, yang didukung oleh 250 juta populasi dan 16.5
juta kendaraan penumpang roda 4 pada
akhir tahun 2018, diantaranya adalah bermesin diesel. Mobil bus sekitar 2.5
juta dan mobil barang 7.5 juta kendaraan yang mayoritas bermesin diesel,
ditambah mesin2 PLN, Pabrik dan berbagai genset. Seluruhnya memerlukan sekitar
17-18 juta ton minyak biodiesel/tahun.
Nilai manfaat program ini sbb. :
B100 TAHUN 2024 17.3 Juta KL = 159,01 juta barel/tahun = 44, 6 ribu barel/day USD :
11.5 milyar = Rp 166 trilyun = Rp 46trilyun On Farm : 4.0 juta orang Off Farm : 30.183 orang 47.5 njuta ton CO2 173.367
bus kecil
Program ini sangat baik, apalagi tujuannya antara
lain menjaga kestabilan harga CPO, artinya petani sawit ikut menikmatinya, akan
tetapi sejauh mana secara ekonomi menguntungkan rakyat dan petani ? Siapa
sebenarnya yang menikmatinya lebih besar ? mari kita bahas lebih detil.
Harga biosolar disubsidi oleh APBN sampai tingkat
20 % dan BPDP KS 10 %. Sumber dana BPDP KS adalah pajak ekspor minyak kelapa
sawit, yang berasal dari para pengusaha dan petani kelapa sawit, akan tetapi
yang menikmatinya adalah para pemilik kendaraan bermesin diesel. Artinya para
petani kelapa sawit rakyat ikut mensubsidi para pemilik kendaraan tersebut.
Siapa
saja pemasok CPO untuk B30 bersubsidi ini berasal ? Ternyata ada 10 perusahaan
minyak kelapa sawit perusahaan besar diantaranya merupakan perusahaan asing
yakni PT Sinarmas Bioenergi, PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Kutai Refinery
Nusantara, PT Cemerlang Energi Perkasa, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, PT SMART
Tbk, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Tunas Baru Lampung, PT Batara Elok Semesta
Terpadu, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Dari
10 perusahaan diatas tidak ada 1 perusahaan BUMN pun yang masuk, padahal jika perusahaan
PTPN yang dijadikan partner “seluruh uang” dibayarkan akan beredar di dalam
negeri. Perusahaan perkebunan Nasional (pribumi) juga tidak terlihat padahal,
jika perusahaan swasta milik pribumi semua uangnya akan tetap berada di dalam
negeri. Perusahaan asing jika mempunyai
laba dan sebagian over head cost serta pengadaan akan lari keluar negeri, yang
tersisa hanyalah upah pegawai, pajak, CSR dan sebagian kecil dari pengadaan.
Artinya uang dalam negeri yang beredar di dalam negeri, akan berkurang karena dikirim ke luar negeri.
Akibatnya akan terjadi deficit peredaran
uang, secara nasional ini merugikan negara.
Dengan
asumsi kebutuhan minyak solar 9.59 juta kilo liter dalam tahun 2020 (70 %),
dibutuhkan 4.724 juta ton CPO (30 %) dan laba bersih CPO sebesar Rp 2.857/kg,
maka diperoleh angka “laba bersih CPO” sebesar
Rp 13.5 trilyun (perhitungan Pertamina 13. 8 trilyun). Uang ini sebagian
besar lari ke luar negeri melalui perusahaan asing atau perusahaan milik para
taipan, bukan lagi dinikmati oleh rakyat Indonesia. Dengan kata lain rakyat
Indonesia mensubsidi perusahan asing dan atau milik taipan melalui Pertamina
yang BUMN.
Untuk mengatasi hal demikian, sebaiknya dahulukan
pembelian CPO dengan dari : (1) perkebunan BUMN, (2) Perusahaan Perkebunan Nasional
Pribumi, (3) Pabrik kelapa sawit yang mengolah kelapa sawit dari petani rakyat
mandiri, (4) Perusahaan Nasional Non Pribumi, baru terakhir (5) perusahaan
Asing. Syarat utama semuanya harus memiliki petani plasma “minimal” 20 %.
Diakui memang perusahaan BUMN dan Nasional tidak seluwes perusahan milik para
taipan di dalam negosiasi, tetapi justru ini merupakan peluang untuk Pertamina
dan AKR untuk membina mereka.
Jika skala prioritas tersebut dijalankan artinya
Pertamina telah menjalankan amanat UUD 45 pasal 33 ayat (3) Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Perlu diperhatikan pembelian CPO atau
Bio diesel ini supaya maksud yang mulia tersebut benar-benar tercapai.
Tahun 2024 diprediksi kebutuhan minyak bio diesel
100 % (B100) bertambah 10 % menjadi 15.07 juta Kl, artinya ada 17.3 juta ton
CPO yang dibutuhkan. Jika menggunakan asumsi yang sama dengan atas, maka “laba
bersih” yang dibayarkan kepada perusahaan kelapa sawit akan bertambah menjadi Rp
166.116 trilyun. Suatu jumlah yang berarti untuk memperbaiki perekonomian
negara kita.
Apakah benar ada penghematan devisa ? Benar
sekali jika dilihat dari sektor, karena impor minyak solar berkurang, akan
tetapi jika dilihat dari sektor perkebunan ada peluang ekspor yang hilang,
artinya penghematan devisa secara nasional tidak terjadi. Namun demikian fungsi
yang paling utama adalah membantu menyerap CPO nasional dan menjaga kestabilan
harga telah tercapai. Alokasi ekpor CPO ke Uni Eropa sudah dapat ditutupi oleh
pembelian domestik untuk bio diesel. Dampaknya negara luar sulit untuk mendikte
RI dalam masalah ini, CPO saat ini telah menjadi komoditi strategis, yang dapat
diandalkan, sayangnya masih didominasi oleh perusahaan asing.
Perusahaan perkebunan, hidupnya tergantung dari
jumlah produksi yang dihasilkan, sehingga produktivitas menjadi kunci
keberhasilan perusahaan ini. Metoda Production
Force Management yang terdiri dari manajemen akar dan kanopi, telah
memungkinkan mendongkrak produktivitas antara 30-100 % dengan biaya yang
relative sama. Artinya keuntungan yang akan diperoleh oleh petani dan
perusahaan akan bertambah besar. Jika saja seluruh uang diperoleh berada tetap
di dalan negeri, tentu manfaatnya menjadi besar buat kemakmuran bangsa.
Sebaliknya jika uang hasil perkebunan dibawa ke luar negeri tentu hanya orang
asing yang akan menikmatinya.
Penulis berharap kedepan Kementerian Pertahanan
harus menjadi koordinator di dalam program strategis seperti ini, sehingga komoditi
strategis dapat dijadikan “senjata” juga dalam negosiasi dan percaturan politik
dengan luar negeri. Masalah kelapa sawit
bukan hanya masalah perdagangan biasa, karena menyangkut nasib jutaan orang
yang terlibat dalam industri terbarukan ini serta jutaan ha lahan yang
digunakan beserta seluruh multiplier effect yang dihasilkannya serta martabat
bangsa.
DAFTAR PUSTAKA :
Ahmad
Garuda, 2019. Bahan Bakar Ramah Lingkungan, Penerapan Biodiesel B30, Industri
siap sejak awal 2019. https://www.medcom.id/otomotif/mobil/akWVWELb-penerapan-biodiesel-b30-industri-siap-sejak-awal-2019
CNBC,
2020. Konsumsi B30 untuk Pembangkit PLN terus Meningkat, https://www.cnbcindonesia.com/news/20200129121311-4-133613/konsumsi-b30-untuk-pembangkit-pln-terus-meningkat
Humas EBTKE, 2019, Uji Jalan Selesai, Kementerian
ESDM Umumkan Rekomendasi Teknis Mandatori B30 di 2020. (http://ebtke.esdm.go.id/post/2019/11/29/2416/uji.jalan.
selesai.kementerian.esdm. umumkan.rekomendasi.teknis.mandatori.b30.di.
2020?lang=en).
28
November 2019
Memet Hakim, 2019, Skim
Bagi Hasil Perkebunan Kelapa Sawit Asing, https://www.infosawit.com/news/9658/skim-bagi-hasil-perkebunan-kelapa-sawit-asing
Pasar
Dana, 2019, Riset DBS Group, B30-plus Berperan jadi Bantalan Penurunan Harga
CPO. https://pasardana.id/news/2019/10/16/riset-dbs-group-b30-plus-berperan-jadi-bantalan-penurunan-harga-cpo/
Pertamina, 2019. Pertamina Tuntaskan Distribusi
Perdana B30, https://www.bpdp.or.id/
pertamina-tuntaskan-distribusi-perdana-b30
Pusat
Manajemen Informasi & Balai Teknologi Bahan Bakar dan Rekayasa Disain,
2020, Tanya Jawab Bio Diesel. Biodiesel , FAQ,
SNI 7182:2012
, bahan baku ,
penggunaan ,
pembuatan , perbandingan emisi , bahan bakar
, tempat penyimpanan , diesel , solar , SNI 7182:2015
Rizky Alika, 2019, Katadata.co.id, Pertamina Gandeng Sepuluh Perusahaan Uji Coba B30, ,
https://katadata.co.id/berita/2019/11/20/pertamina-gandeng-10-perusahaan-uji-coba-b30
Vindi Florentin, 2019,
Penerapan Bahan Bakar B30 disebut masih Memerlukan Penyempurnaan. https://bisnis.tempo.co/read/1280150/penerapan-bahan-bakar
-b30-disebut-masih-memerlukan-penyempurnaan