double income

supermom

Minggu, 07 April 2024

 

 

DAMPAK PROGRAM B30 DAN B100 SIAPA YANG MENIKMATINYA ?

 

 


Memet Hakim

Dosen LB, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Ketua Aliansi Profesional Indonesia Bangkit

 

Di bidang Perkebunan, program B30 yang dimulai sejak 1 Januari 2020 adalah salah satu program nasional yang dianggap pro rakyat dan berhasil, akan tetapi sayang sekali implementasinya tidak seindah programnya. Yang jelas kuota ekspor CPO 2019 ke Uni Eropa mencapai sekitar 3.5 juta ton dapat ditutupi oleh program B30 tahun 2020 sejumlah 4.7 juta ton, artinya pasar tetap tersedia dengan adanya kenaikan kebutuhan domestik, sehingga harga jual CPO tetap stabil. 

Saat ini kebun kelapa sawit luasannya mencapai sekitar 14 juta ha, memiliki nilai yang sangat strategis bagi kehidupan bangsa Indonesia dan sangat penting bagi perekonomian rakyat serta sebagai sumber energi di dalam negeri dan merupakan sumber penerimaan Negara yang cukup berarti. Areal perkebunan rakyat sekitar 5 juta ha 36 %), sisanya 9 juta ha adalah perkebunan besar dan 7,8 juta hektare (57 %) di Indonesia milik asing (Antara News 2016). Di antaranya pengusaha asal Malaysia, Singapura, AS, Inggris, Belgia. Perkebunan milik BUMN hanya 1 jita ha saja (7 % ). 

Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang dihasilkan dari bahan alami yang terbarukan seperti minyak nabati dan hewani. Secara definisi, biodiesel adalah senyawa metil-ester hasil dari proses esterifikasi/transesterifikasi minyak nabati atau lemak hewani. Standar mutu biodiesel dalam negeri di Indonesia mengikuti SK Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi No. 100 K/10/DJE/2016

Mulai awal tahun 2020, Pertamina diberi mandat untuk mengimplementasikan B30, tapi harga jual tidak berubah. Mandatori B30 Mulai diimplementasikan awal Januari 2020. B30 merupakan bahan bakar biosolar dengan kandungan 30% Fatty Acid Methyl Ester (FAME) atau minyak nabati dari kelapa sawit dan ini yang pertama di dunia. Kandungan FAME ini tidak berdampak pada mesin diesel kendaraan, tarikan tetap terjaga, kualitas BBM lebih baik dan ramah lingkungan. Biodiesel yang umum digunakan dari CPO adalah “esterifikasi untuk bahan baku berupa asam lemak metil ester atau FAME (Fatty Acid Methyl Ester) inilah yang selanjutnya menjadi biodiesel setelah dikeringkan dan difilter.

Penggunaan B30 menunjukkan adanya penurunan emisi dan kadar sulfur (SO2) pada pembuangan.. Kandungan sulphur biodiesel hanya 100 ppm dibanding solar 3.500 ppm. Biodiesel dapat digunakan murni dan dapat juga dicampur dengan solar, akan tetapi dibutuhkan penyesuaian pada beberapa bagian diluar mesin. Komposisi senyawa Solar terdiri dari Hidrokarbon, sedang Biodiesel berupa Ester asam Lemak, angka setan biodiesel minimal 51 sedang solar hanya 48, ini pertanda ada perbedaan kualitas.

 

Selisih harga biosolar B30, ditanggung melalui insentif Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP KS), sehingga masyarakat tetap akan menikmati biosolar ini dengan harga yang sama. Keputusan Menteri ESDM no 227, tahun 2019 menyatakan B30 diperuntukan pada Biosolar bersubsidi dan non subsidi Dexlite. Artinya pajak ekspor minyak sawit sebagian ada yang dikembalikan untuk mensubsidi kendaraan diesel.

Komunitas Industri sebenarnya telah siap sejak awal 2019, Kendaraan Niaga seperti Krama Yudha Berlian Motor dan Hino juga telah riset dan menyesuaikan dengan bahan bakar biosolar. PLN bahkan sejak 2018 telah menggunakan biosolar ini dan saat ini sedang meneliti kemungkinan penggunaan CPO (crude Palm Oil) langsung sebagai bahan bakar tanpa proses esterisasi terlebih dahulu. Produsen mesin diesiel Isuzu , Tata Motor dan Don Feng juga melakukan hal yang sama. Hasil Uji coba B30 pada beberapa kendaraan ternyata tidak ada masalah apapun termasuk pada bagian luar mesin seperti selang, tangki dan filter, hanya saja masih memerlukan penyempurnaan pada kadar airnya.

2024

1 Januari 2024

B100

Program mandatori biodiesel sudah mulai diimplementasikan pada tahun 2008 dengan kadar campuran biodiesel sebesar 2,5%. Secara bertahap meningkat menjadi 7,5% tahun 2010, 10 % tahun 2014, 15% tahun 2015, 20 % tahun 2018 dan menjadi 30 % pada tahun 2020 dan akhirnya pada tahun 2024 menjadi 100 %.

 

 

 

 

 

 

 

Gambar  : Sketsa Perkembangan Program Biodiesel

Program B30-plus Berperan jadi bantalan penurunan harga CPO, karena alokasi ekspor ke Uni Eropa dapat diserap oleh permintaan domestik. Jika program B100 dijalankan maka akan ada 15 juta ton CPO yang dibutuhkan. Jumlah tersebut adalah sekitar 35 % dari Produksi Nasional, sehingga akan terjadi kelangkaan CPO ndi pasar global, artinya ada kenaikan harga. Siapa yang akan menikmatinya, tentu perusahaan asing karena mereka memiliki 57 % dari areal. Mungkin jika dihitung dari segi produksi bisa sampai ke level 60 %. Sisanya 35 % perkebunan rakyat dan hanya 7 % BUMN.

Kenyataan ini terlihat sangat pahit, yang menghambat penjualan ekspor adalah orang asing dan yang menikmati harga baik juga pihak asing. Walaupun demikian niat pemerintah sudah baik dan perlu didukung penuh. Ada multiplier effect bagi 13.5 juta petani perkebunan kelapa sawit. Ini artinya B30 akan berdampak kepada para perkebunan kecil yangt membina petani rakyat yang selama ini bekerja di kebun sawit dan para pekerja di pabrik kelapa sawit.

Selain itu program percepatan biodiesel juga dimaksudkan untuk memberi sinyal kepada Uni Eropa dan negara negara lain bahwa industri minyak sawit Indonesia akan lebih mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap pasar ekspor seiring berjalannya waktu dengan cara memacu permintaan CPO domestik, yang didukung oleh 250 juta populasi dan 16.5 juta kendaraan  penumpang roda 4 pada akhir tahun 2018, diantaranya adalah bermesin diesel. Mobil bus sekitar 2.5 juta dan mobil barang 7.5 juta kendaraan yang mayoritas bermesin diesel, ditambah mesin2 PLN, Pabrik dan berbagai genset. Seluruhnya memerlukan sekitar 17-18 juta ton minyak biodiesel/tahun.

Nilai manfaat program ini sbb. :

 

B100 TAHUN 2024

17.3 Juta KL

= 159,01 juta barel/tahun

= 44, 6 ribu barel/day

USD  : 11.5 milyar

= Rp 166 trilyun

= Rp 46trilyun

On Farm : 4.0 juta orang

Off Farm : 30.183 orang

47.5 njuta ton CO2

173.367 bus kecil

Humas EBTKE, Kementerian ESDM, 2019 (diolah)

Program ini sangat baik, apalagi tujuannya antara lain menjaga kestabilan harga CPO, artinya petani sawit ikut menikmatinya, akan tetapi sejauh mana secara ekonomi menguntungkan rakyat dan petani ? Siapa sebenarnya yang menikmatinya lebih besar ? mari kita bahas lebih detil.

Harga biosolar disubsidi oleh APBN sampai tingkat 20 % dan BPDP KS 10 %. Sumber dana BPDP KS adalah pajak ekspor minyak kelapa sawit, yang berasal dari para pengusaha dan petani kelapa sawit, akan tetapi yang menikmatinya adalah para pemilik kendaraan bermesin diesel. Artinya para petani kelapa sawit rakyat ikut mensubsidi para pemilik kendaraan tersebut.

Siapa saja pemasok CPO untuk B30 bersubsidi ini berasal ? Ternyata ada 10 perusahaan minyak kelapa sawit perusahaan besar diantaranya merupakan perusahaan asing yakni PT Sinarmas Bioenergi, PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Kutai Refinery Nusantara, PT Cemerlang Energi Perkasa, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, PT SMART Tbk, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Tunas Baru Lampung, PT Batara Elok Semesta Terpadu, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.

 

Dari 10 perusahaan diatas tidak ada 1 perusahaan BUMN pun yang masuk, padahal jika perusahaan PTPN yang dijadikan partner “seluruh uang” dibayarkan akan beredar di dalam negeri. Perusahaan perkebunan Nasional (pribumi) juga tidak terlihat padahal, jika perusahaan swasta milik pribumi semua uangnya akan tetap berada di dalam negeri.  Perusahaan asing jika mempunyai laba dan sebagian over head cost serta pengadaan akan lari keluar negeri, yang tersisa hanyalah upah pegawai, pajak, CSR dan sebagian kecil dari pengadaan. Artinya uang dalam negeri yang beredar di dalam negeri,  akan berkurang karena dikirim ke luar negeri. Akibatnya akan terjadi  deficit peredaran uang, secara nasional ini merugikan negara.

 

Dengan asumsi kebutuhan minyak solar 9.59 juta kilo liter dalam tahun 2020 (70 %), dibutuhkan 4.724 juta ton CPO (30 %) dan laba bersih CPO sebesar Rp 2.857/kg, maka diperoleh angka “laba bersih CPO” sebesar  Rp 13.5 trilyun (perhitungan Pertamina 13. 8 trilyun). Uang ini sebagian besar lari ke luar negeri melalui perusahaan asing atau perusahaan milik para taipan, bukan lagi dinikmati oleh rakyat Indonesia. Dengan kata lain rakyat Indonesia mensubsidi perusahan asing dan atau milik taipan melalui Pertamina yang BUMN.

Untuk mengatasi hal demikian, sebaiknya dahulukan pembelian CPO dengan dari : (1) perkebunan BUMN, (2) Perusahaan Perkebunan Nasional Pribumi, (3) Pabrik kelapa sawit yang mengolah kelapa sawit dari petani rakyat mandiri, (4) Perusahaan Nasional Non Pribumi, baru terakhir (5) perusahaan Asing. Syarat utama semuanya harus memiliki petani plasma “minimal” 20 %. Diakui memang perusahaan BUMN dan Nasional tidak seluwes perusahan milik para taipan di dalam negosiasi, tetapi justru ini merupakan peluang untuk Pertamina dan AKR untuk membina mereka.

Jika skala prioritas tersebut dijalankan artinya Pertamina telah menjalankan amanat UUD 45 pasal 33 ayat (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Perlu diperhatikan pembelian CPO atau Bio diesel ini supaya maksud yang mulia tersebut benar-benar tercapai.

Tahun 2024 diprediksi kebutuhan minyak bio diesel 100 % (B100) bertambah 10 % menjadi 15.07 juta Kl, artinya ada 17.3 juta ton CPO yang dibutuhkan. Jika menggunakan asumsi yang sama dengan atas, maka “laba bersih” yang dibayarkan kepada perusahaan kelapa sawit akan bertambah menjadi Rp 166.116 trilyun. Suatu jumlah yang berarti untuk memperbaiki perekonomian negara kita.

Apakah benar ada penghematan devisa ? Benar sekali jika dilihat dari sektor, karena impor minyak solar berkurang, akan tetapi jika dilihat dari sektor perkebunan ada peluang ekspor yang hilang, artinya penghematan devisa secara nasional tidak terjadi. Namun demikian fungsi yang paling utama adalah membantu menyerap CPO nasional dan menjaga kestabilan harga telah tercapai. Alokasi ekpor CPO ke Uni Eropa sudah dapat ditutupi oleh pembelian domestik untuk bio diesel. Dampaknya negara luar sulit untuk mendikte RI dalam masalah ini, CPO saat ini telah menjadi komoditi strategis, yang dapat diandalkan, sayangnya masih didominasi oleh perusahaan asing.

Perusahaan perkebunan, hidupnya tergantung dari jumlah produksi yang dihasilkan, sehingga produktivitas menjadi kunci keberhasilan perusahaan ini. Metoda Production Force Management yang terdiri dari manajemen akar dan kanopi, telah memungkinkan mendongkrak produktivitas antara 30-100 % dengan biaya yang relative sama. Artinya keuntungan yang akan diperoleh oleh petani dan perusahaan akan bertambah besar. Jika saja seluruh uang diperoleh berada tetap di dalan negeri, tentu manfaatnya menjadi besar buat kemakmuran bangsa. Sebaliknya jika uang hasil perkebunan dibawa ke luar negeri tentu hanya orang asing yang akan menikmatinya.

Penulis berharap kedepan Kementerian Pertahanan harus menjadi koordinator di dalam program strategis seperti ini, sehingga komoditi strategis dapat dijadikan “senjata” juga dalam negosiasi dan percaturan politik dengan luar negeri.  Masalah kelapa sawit bukan hanya masalah perdagangan biasa, karena menyangkut nasib jutaan orang yang terlibat dalam industri terbarukan ini serta jutaan ha lahan yang digunakan beserta seluruh multiplier effect yang dihasilkannya serta martabat bangsa.

 

DAFTAR PUSTAKA :

Ahmad Garuda, 2019. Bahan Bakar Ramah Lingkungan, Penerapan Biodiesel B30, Industri siap sejak awal 2019. https://www.medcom.id/otomotif/mobil/akWVWELb-penerapan-biodiesel-b30-industri-siap-sejak-awal-2019

CNBC, 2020. Konsumsi B30 untuk Pembangkit PLN terus Meningkat, https://www.cnbcindonesia.com/news/20200129121311-4-133613/konsumsi-b30-untuk-pembangkit-pln-terus-meningkat

Humas EBTKE, 2019, Uji Jalan Selesai, Kementerian ESDM Umumkan Rekomendasi Teknis Mandatori B30 di 2020. (http://ebtke.esdm.go.id/post/2019/11/29/2416/uji.jalan. selesai.kementerian.esdm. umumkan.rekomendasi.teknis.mandatori.b30.di. 2020?lang=en). 28 November 2019

Memet Hakim, 2019, Skim Bagi Hasil Perkebunan Kelapa Sawit Asing, https://www.infosawit.com/news/9658/skim-bagi-hasil-perkebunan-kelapa-sawit-asing

Pasar Dana, 2019, Riset DBS Group, B30-plus Berperan jadi Bantalan Penurunan Harga CPO. https://pasardana.id/news/2019/10/16/riset-dbs-group-b30-plus-berperan-jadi-bantalan-penurunan-harga-cpo/

Pertamina, 2019. Pertamina Tuntaskan Distribusi Perdana B30, https://www.bpdp.or.id/ pertamina-tuntaskan-distribusi-perdana-b30

 

Pusat Manajemen Informasi & Balai Teknologi Bahan Bakar dan Rekayasa Disain, 2020, Tanya Jawab Bio Diesel. Biodiesel , FAQ, SNI 7182:2012 , bahan baku , penggunaan , pembuatan , perbandingan emisi ,  bahan bakar , tempat penyimpanan , diesel , solar , SNI 7182:2015

 

Rizky Alika, 2019, Katadata.co.id, Pertamina Gandeng Sepuluh Perusahaan Uji Coba B30, , https://katadata.co.id/berita/2019/11/20/pertamina-gandeng-10-perusahaan-uji-coba-b30

 

Vindi Florentin, 2019, Penerapan Bahan Bakar B30 disebut masih Memerlukan Penyempurnaan. https://bisnis.tempo.co/read/1280150/penerapan-bahan-bakar -b30-disebut-masih-memerlukan-penyempurnaan