double income

supermom

Minggu, 07 April 2024

 

 

POLA BAGI HASIL

PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT  ASING

SEBAGAI WUJUD PELAKSANAAN UUD-45 DAN UPAYA MENINGKATKAN PENDAPATAN NEGARA

 

Dr.Ir. Memet Hakim MM

Dosen LB Universitas Padjadjaran Unpad

 

 

1.   Pendahuluan

Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam Undang-Undang Dasar 45 mengamanatkan agar pengelolaan sumber daya alam atau kekayaan yang terkandung di dalamnya untuk digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia (bukan rakyat di negeri lain). Kekayaan alam yang terkandung di dalamnya termasuk hasil pertanian seperti kelapa sawit. Produksi perkebunan ini termasuk yang terbarukan (renewable resources) akan tetapi tetap mengambil mineral dari dalam tanah. Komoditi kelapa sawit luasannya mencapai sekitar 14 juta ha, memiliki nilai yang sangat strategis bagi kehidupan bangsa Indonesia dan sangat penting bagi perekonomian rakyat serta sebagai sumber energy di dalam negeri dan merupakan sumber penerimaan Negara yang cukup berarti. Areal perkebunan rakyat sekitar 5 juta ha, sisanya 9 juta ha adalah perkebunan besar dan 7,8 juta hektare di Indonesia milik asing (Antara News 2016). Di antaranya pengusaha asal Malaysia, Singapura, AS, Inggris, Belgia. Sekarang 2019 anggap saja perusahaan asing telah bertambah menjadi 8 juta ha. 1)

Kegiatan di lapangan memerlukan lahan yang luas serta modal yang kuat dengan resiko yang lumayan tinggi akibat pengaruh iklim, hama/penyakit dan lingkungan sosial. Hasil perkebunan ini berupa Minyak Sawit Kotor (Crude Palm Oil) dapat diolah menjadi Bio Solar, Premium, minyak makan, kebutuhan industri, kosmetik, dll.

Tabel 1. Daftar Kebutuhan CPO Dalam Negeri (Demand Market Obligation)

No

Uraian

2019

2021

Selisih

1

Minyak Makan

9,860,000

6,962,000

-2,898,000

2

Oleo Chemical

1,056,000

2,160,000

1,104,000

3

Bio Diesel

5,814,000

9,300,000

3,486,000

4

Total Konsumsi Dalam Negeri

16,730,000

18,422,000

1,692,000

5

Ekspor

35,832,000

34,200,000

-1,632,000

6

Total Produksi Nasional

52,562,000

52,622,000

60,000

7

% Kebutuhan DN (DMO)

31.83%

35.01%

 

8

% Minyak Goreng

18.76%

13.23%

-5.53%

 

 

Dari total produksi nasional tahun 2019, CPO hanya sekitar  19 % digunakan untuk minyak makan, sisa kebutuhan dalan negeri dijadikan campuran bio solar dan Oleo Chemical, sehingga totalnya menjadi 32 %. Total Kebutuhan CPO tahun 2021 untuk minyak makan turun menjadi 13 %, tetapi total kebutuhan Dalam Negeri 2021 termasuk untuk Campuran Bio Diesel dan Oleo Chemicals adalah 35 %. Alokasi CPO untuk Minyak Goreng diturunkan dari 18 % menjadi 15%, pantas saja minyak goreng terjadi gejolak di masyarakat.

Dari 7.8 juta ha areal perkebunan kelapa sawit milik pengusaha asing saat ini, Negara hanya menerima pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak pertambahan nilai (Ppn) dan pajak ekspor.  Selain itu biaya tenaga kerja dan pembelian lokal yang berada di dalam negeri. Seluruh keuntungan semua dibawa ke luar negeri, negara RI tidak mendapatkan apa apa. Dengan harga sekarang Usd 1200/ton CPO + PKO, maka  total Laba lebih dari Rp 500 trilyun/ tahun lari ke luar negeri. Ini mjelas sangat merugikan Negara.

Berdasarkan perintah UUD 45 khususnya pasal 33, Negara harus mengeluarkan peraturan pemerintah khusus bagi perusahaan perkebunan asing yang akan beroperasi atau yang telah beroperasi wajib mengikuti program “Production Sharing Contract” atau sering disebut “Production Sharing Agreement”, karena hasil perkebunan berasal dari tanah, air dan sumber daya alam di Negara kita.  

Skema Bagi Hasil Minyak & Gas : Negara (85%) :  Investor (15%), dengan ketentuan adanya pengembalian biaya investasi. Untuk Tambang, perbadingan pendapatannya adalah Negara (65%) : Investor (35%).

Jika di sektor perkebunan pembagian produksinya 50 % : 50 % saja, tanpa  adanya pengembalian modal investasi. Investasinya 100% tanggung jawab investor. Seluruh kerugian (100%) ditanggung investor, maka Pemerintah mempunya tambahan uang di kas sebesar 500 trilyun : 2 = Rp 250 trilyun.

Kedepan pemerintah harus mendapat tambahan pendapatan dari PSC dari seluruh bidang termasuk perkebunan antara lain kelapa sawit, dibidang pertanian antara lain, produsen benih, dibidang kehutanan antara lain Hutan Tanaman Industri, di bidang Perikanan dll.  Dengan pola ini penguasaan lahan oleh perusahaan asing akan beralih ke Negara, artinya Negara berdaulat atas tanah yang dikelola perusahaan asing tersebut. Selanjutnya penguasaan perkebunan oleh asing akan selalu dikontrol oleh para auditor Negara seperti BPKP, BPK dan peran negara akan semakin besar.                                                                                                                                                                      

Keuntungan PSC ini adalah 1). adanya pertambahan uang masuk ke Negara, 2). adanya peningkatan produktivitas tanaman, 3) Pemerintah Daerah tetap mempunyai pendapatan dari Retribusi dan bagian dari PBB, 4). Pemerintah ikut mengendalikan perusahaan asing sebagai bentuk dari kedaulatan rakyat. Walau demikian karena keuntungan dari usaha perkebunan kelapa sawit cukup besar  perusahaan asing akan tetap menanamkan investasinya dibidang ini.

 

 

 

2.   Landasan Hukum

            Sumber kebijakan tentang pengelolaan sumber daya alam adalah Pasal 33 ayat (3), secara tegas Pasal 33 UUD 1945 beserta penjelasannya, melarang adanya penguasaan sumber daya alam ditangan orang ataupun seorang, apalagi pihak asing. Dengan kata lain monopoli dan oligopoli, tidak dapat dibenarkan, namun fakta saat ini berlaku di dalam praktek-praktek usaha, bisnis dan investasi dalam bidang pengelolaan sumber daya alam telah bertentangan dengan perintah dan roh pada pasal 33 ini.

Bunyi pasal 33 UUD 1945 sebagai berikut :

Ayat (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan

Ayat (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.

Ayat (3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Ayat (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional

Ayat (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. Undang2 yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan semangat dan roh yang tertulis dalam UUD ini.

Pembukaan lahan secara besar-besaran berpengaruh pada lingkungan hidup, Negara tidak mendapatkan apa-apa dari adanya perkebunan asing yang jumlahnya mencapai 8 juta ha ( 57 % dari total luas kelapa sawit nasional).  Dengan konsep ini negara akan mendapatkan uang segar yang sangat besar setiap tahunnya, sehingga dapat membantu bayar hutang yang sedemikian besar dan menurunkan biaya air minum, listrik dan PBB.

Di sektor minyak dan gas, pelaksanaan PSC telah dimulai sejak tahun 1971, yang diperbaharui tahun 2001 menjadi “Kontrak Kerjasama”. Di bidang perkebunan PSC harus diberlakukan secepatnya, agar keberadaan perusahaan asing ini ada manfaatnya untuk Negara dan kemakmuran rakyat.

3.    Pola Kontrak Bagi Hasil

Production sharing contract dibidang perkebunan kelapa sawit adalah perjanjian yang dibuat antara Pemerintah lewat “Badan Usaha Milik Negara/Daerah” yang bergerak dibidang perkebunan yang berada diwilayahnya. Secara garis besar konsep dari Kontrak Bagi Hasil ini dibuat sedemikian rupa supaya menguntungkan Negara, akan tetapi masih menguntungkan bagi investor.

4.   Sifat Pola Bagi Hasil di Perkebunan Kelapa Sawit

Kontrak Bagi Hasil mempunyai beberapa ciri utama, yaitu :

a)     Manajemen ada di tangan negara (melalui perusahaan negara). Negara ikut serta dan mengawasi jalannya perkebunan kelapa sawit secara aktif dengan tetap memberikan kewenangan kepada investor untuk bertindak sebagai operator dan menjalankan operasi dibawah pengawasannya.

b)    Tidak ada pengeluaran/penggantian biaya investasi.

c)     Pembagian hasil produksi (production split) berdasarkan Pembagian hasil produksi setelah dikurangi biaya produksi.

d)    Pengenaan pajak sesuai dengan produksi setelah dibagi sesuai perjanjian.. Prinsipnya adalah semakin besar bagian negara maka pajak penghasilan yang dikenakan atas investor akan semakin kecil.

e)     Kepemilikan asset perusahaan asing menjadi merupakan asset negara (perusahaan negara).

f)     Semua peralatan yang diperlukan untuk pelaksanaan operasi menjadi milik perusahaan negara segera, setelah dibeli atau setelah depresiasi.

 

5. Perkiraan Pendapatan Negara

Dengan asumsi dasar bahwa Harga CPO usd 650 dan Biaya produksi usd 400 dan produktivitas  CPO + PKO rata rata sebanyak 4.0 ton , maka laba kotor kebun kelapa sawit adalah (usd 650 – 400)= Usd 250 x 4,0 ton = usd 1.000/ha/tahun. Jika dihitung dalam rupiah, maka keuntungannya menjadi usd 1.000 x Rp14.000/Usd = Rp 14.000.000/ha/tahun.

Besaran bagi hasil antara Negara dan Perusahaan Asing sbb :

Uraian

Bagi Hasil

Keterangan

Negara

Perusahaan

Minyak

 

85

15

Biaya Investasi dibayarkan negara dengan cara dicicil dari besarnya bagi hasil.

Kelemahan system ini adalah pada perhitungan Biaya Investasi yang biasa diatur sedemikian rupa.

Gas

70

30

Mineral & Pertambangan

55

45

Biaya Investasi sepenuhnya menjadi beban Investor

Perkebunan/Pertanian/

Kehutanan/Perikanan

50

50

Biaya Investasi sepenuhnya ditanggung Investor.

Pembayaran mulai dilakukan setelah ada tanaman TM, sesuai dengan realisasinya

Lain2 Perusahaan Jasa/Perdagangan, dll yang menyangkut Bumi,  Air dan SDA

25-50

50-75

Semua usaha seperti Air minum dalam kemasan, Pabrik Es, Pabrik makanan (yang memerlukan air, bumi dan SDA), Properti (memerlukan tanah), dll.

 

Adapun perusahaan BUMN, BUMD, UKM, Koperasi, Kelompok Tani, Petani & Nelayan Plasma dan usaha rakyat lainnya tidak diwajibkan mengikuti pola bagi hasil ini. Dengan demikian maksud dan tujuan UUD 45 pasal 33 , karena keuntungannya seluruhnya untuk kemakmuran rakyat sesuai UUD 45 tersebut.

Keuntungan perusahaan perkebunan hanya dapat diperoleh melalui tingkat produktivitasnya. Seandainya metoda Production Force Management (suatu metoda intensifikasi yang memungkinkan produktivitas meningkat sebesar 100%, Hak Cipta no C00201503008, 09 Oktober 2015) digunakan secara nasional, maka produktivitas nasional akan meningkat minimal 50 % sehingga perhitungan akan menjadi sbb :

Asumsi produktivitas naik sebesar 50 %. Harga pokok produksi akan berkurang dari usd 450 menjadi usd 350, sehingga laba usaha perusahaan asing akan menjadi usd diatas 900 trilyun. Pendapatan negara lainnya adalah pajak berupa Pph para karyawan (yang melebihi batas kena pajak), Pph 29 (Pajak penghasilan perusahaan), PBB dan lainnya akan meningkat juga akibat adanya peningkatan produksi. Perhitungan diatas belum termasuk penghematan Devisa akibat pengurangan impor solar diatas 100 trilyun.

Pola yang sama dapat diterapkan juga pada seluruh perusahaan asing dibidang pertanian, kelautan, kehutanan, air minum (mineral water) yang menggunakan tanah (bumi), air dan sumber daya alam lainnya di negara RI. Pendapatan negara ini agar digunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat.

Syarat tambahan beroperasinya perusahaan asing antara lain sangat disarankan supaya  seluruh pengeluaran selain gaji dan pajak, 80 % dari laba harus di belanjakan di dalam negeri. Hanya 20 % dari laba usaha yang boleh dibawa keluar negeri. Begitu juga penggunaan tenaga kerja harus menggunakan tenaga kerja Indonesia Asli (pribumi) sampai ke level Pengelola karena tenaga professional untuk bidang kelapa sawit dan pengolahannya sudah banyak sekali tersedia.

 

Sumber Pustaka :

1)  Antara News, 2016,  http://www.kemenperin.go.id/artikel/1177/asing-makin-kuasai-sawit-indonesia

2)  Topan Meiza, 2009, Pengaturan Production Sharing Contract dalam UU Migas, Jurnal Hukum No 1, Vol. 16 Januari : 88-105

3)  Anggita Rezki Amelia, 2016, Hitung-Hitungan Skema Baru Kontrak Migas Gross Split. https://katadata.co.id/telaah/2016/12/19/hitung-hitungan-skema-baru-kontrak-migas-gross-split.

4)  Arif Budi Ariyanto, Siti Nuraeni S, 2015, Seminar Nasional Cendekiawan 2015 , Univ.Trisakti, https://media.neliti.com/media/publications/171226-ID-none.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar