POLA
BAGI HASIL
PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
ASING
Dr.Ir. Memet
Hakim MM
Dosen LB Universitas
Padjadjaran Unpad
1.
Pendahuluan
Kegiatan di lapangan
memerlukan lahan yang luas serta modal yang kuat dengan resiko yang lumayan
tinggi akibat pengaruh iklim, hama/penyakit dan lingkungan sosial. Hasil
perkebunan ini berupa Minyak Sawit Kotor (Crude
Palm Oil) dapat diolah menjadi Bio Solar, Premium, minyak makan, kebutuhan industri,
kosmetik, dll.
Tabel 1. Daftar Kebutuhan CPO
Dalam Negeri (Demand Market Obligation)
No |
Uraian |
2019 |
2021 |
Selisih |
1 |
Minyak Makan |
9,860,000 |
6,962,000 |
-2,898,000 |
2 |
Oleo Chemical |
1,056,000 |
2,160,000 |
1,104,000 |
3 |
Bio Diesel |
5,814,000 |
9,300,000 |
3,486,000 |
4 |
Total Konsumsi Dalam
Negeri |
16,730,000 |
18,422,000 |
1,692,000 |
5 |
Ekspor |
35,832,000 |
34,200,000 |
-1,632,000 |
6 |
Total Produksi
Nasional |
52,562,000 |
52,622,000 |
60,000 |
7 |
% Kebutuhan DN (DMO) |
31.83% |
35.01% |
|
8 |
% Minyak Goreng |
18.76% |
13.23% |
-5.53% |
Dari total produksi nasional
tahun 2019, CPO hanya sekitar 19 % digunakan
untuk minyak makan, sisa kebutuhan dalan negeri dijadikan campuran bio solar
dan Oleo Chemical, sehingga totalnya menjadi 32 %. Total Kebutuhan CPO tahun
2021 untuk minyak makan turun menjadi 13 %, tetapi total kebutuhan Dalam Negeri
2021 termasuk untuk Campuran Bio Diesel dan Oleo Chemicals adalah 35 %. Alokasi
CPO untuk Minyak Goreng diturunkan dari 18 % menjadi 15%, pantas saja minyak
goreng terjadi gejolak di masyarakat.
Dari
7.8 juta ha areal perkebunan kelapa sawit milik pengusaha asing saat ini,
Negara hanya menerima pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak pertambahan nilai
(Ppn) dan pajak ekspor. Selain itu biaya
tenaga kerja dan pembelian lokal yang berada di dalam negeri. Seluruh
keuntungan semua dibawa ke luar negeri, negara RI tidak mendapatkan apa apa. Dengan
harga sekarang Usd 1200/ton CPO + PKO, maka total Laba lebih dari Rp 500 trilyun/ tahun lari ke luar negeri. Ini mjelas sangat
merugikan Negara.
Berdasarkan
perintah UUD 45 khususnya pasal 33, Negara harus mengeluarkan peraturan
pemerintah khusus bagi perusahaan perkebunan asing yang akan beroperasi atau yang
telah beroperasi wajib mengikuti program “Production
Sharing Contract” atau sering disebut “Production
Sharing Agreement”, karena hasil perkebunan berasal dari tanah, air dan
sumber daya alam di Negara kita.
Skema Bagi Hasil Minyak & Gas : Negara (85%) : Investor (15%), dengan ketentuan adanya
pengembalian biaya investasi. Untuk
Tambang, perbadingan pendapatannya adalah Negara (65%) : Investor (35%).
Jika di sektor
perkebunan pembagian produksinya 50 % : 50 % saja, tanpa adanya pengembalian modal investasi. Investasinya 100% tanggung jawab investor. Seluruh kerugian
(100%) ditanggung investor, maka Pemerintah mempunya tambahan uang di kas
sebesar 500 trilyun : 2 = Rp 250 trilyun.
Kedepan
pemerintah harus mendapat tambahan pendapatan dari PSC dari seluruh bidang
termasuk perkebunan antara lain kelapa sawit, dibidang pertanian antara lain,
produsen benih, dibidang kehutanan antara lain Hutan Tanaman Industri, di
bidang Perikanan dll. Dengan pola ini
penguasaan lahan oleh perusahaan asing akan beralih ke Negara, artinya Negara
berdaulat atas tanah yang dikelola perusahaan asing tersebut. Selanjutnya penguasaan
perkebunan oleh asing akan selalu dikontrol oleh para auditor Negara seperti
BPKP, BPK dan peran negara akan semakin besar.
Keuntungan PSC ini adalah 1). adanya pertambahan uang
masuk ke Negara, 2). adanya peningkatan produktivitas tanaman, 3) Pemerintah
Daerah tetap mempunyai pendapatan dari Retribusi dan bagian dari PBB, 4).
Pemerintah ikut mengendalikan perusahaan asing sebagai bentuk dari kedaulatan
rakyat. Walau demikian karena keuntungan dari usaha perkebunan kelapa sawit
cukup besar perusahaan asing akan tetap
menanamkan investasinya dibidang ini.
2. Landasan
Hukum
Sumber kebijakan tentang pengelolaan
sumber daya alam adalah Pasal 33 ayat (3), secara tegas Pasal 33 UUD 1945
beserta penjelasannya, melarang adanya penguasaan sumber daya alam ditangan
orang ataupun seorang, apalagi pihak asing. Dengan kata lain monopoli dan
oligopoli, tidak dapat dibenarkan, namun fakta saat ini berlaku di dalam
praktek-praktek usaha, bisnis dan investasi dalam bidang pengelolaan sumber
daya alam telah bertentangan dengan perintah dan roh pada pasal 33 ini.
Bunyi pasal 33 UUD 1945 sebagai berikut :
Ayat (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas
kekeluargaan
Ayat (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
Ayat (3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Ayat (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional
Ayat (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur
dalam undang-undang.
Undang2 yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan semangat dan roh yang
tertulis dalam UUD ini.
Pembukaan
lahan secara besar-besaran berpengaruh pada lingkungan hidup, Negara tidak
mendapatkan apa-apa dari adanya perkebunan asing yang jumlahnya mencapai 8 juta
ha ( 57 % dari total luas kelapa sawit nasional). Dengan konsep ini negara akan mendapatkan
uang segar yang sangat besar setiap tahunnya, sehingga dapat membantu bayar
hutang yang sedemikian besar dan menurunkan biaya air minum, listrik dan PBB.
Di sektor minyak dan gas,
pelaksanaan PSC telah dimulai sejak tahun 1971, yang diperbaharui tahun 2001
menjadi “Kontrak Kerjasama”. Di bidang perkebunan PSC harus diberlakukan
secepatnya, agar keberadaan perusahaan asing ini ada manfaatnya untuk Negara
dan kemakmuran rakyat.
3.
Pola Kontrak Bagi Hasil
Production
sharing contract dibidang
perkebunan kelapa sawit adalah perjanjian yang dibuat antara Pemerintah lewat “Badan
Usaha Milik Negara/Daerah” yang bergerak dibidang perkebunan yang berada
diwilayahnya. Secara garis besar konsep dari Kontrak Bagi Hasil ini dibuat
sedemikian rupa supaya menguntungkan Negara, akan tetapi masih menguntungkan
bagi investor.
4.
Sifat Pola Bagi Hasil di Perkebunan Kelapa Sawit
Kontrak Bagi Hasil mempunyai
beberapa ciri utama, yaitu :
a)
Manajemen
ada di tangan negara (melalui perusahaan negara). Negara ikut serta dan
mengawasi jalannya perkebunan kelapa sawit secara aktif dengan tetap memberikan
kewenangan kepada investor untuk bertindak sebagai operator dan menjalankan
operasi dibawah pengawasannya.
b)
Tidak
ada pengeluaran/penggantian biaya investasi.
c)
Pembagian
hasil produksi (production split)
berdasarkan Pembagian hasil produksi setelah dikurangi biaya produksi.
d)
Pengenaan
pajak sesuai dengan produksi setelah dibagi sesuai perjanjian.. Prinsipnya
adalah semakin besar bagian negara maka pajak penghasilan yang dikenakan atas investor
akan semakin kecil.
e)
Kepemilikan
asset perusahaan asing menjadi merupakan asset negara (perusahaan negara).
f)
Semua
peralatan yang diperlukan untuk pelaksanaan operasi menjadi milik perusahaan
negara segera, setelah dibeli atau setelah depresiasi.
5. Perkiraan Pendapatan Negara
Dengan asumsi dasar bahwa Harga CPO usd 650 dan Biaya
produksi usd 400 dan produktivitas CPO +
PKO rata rata sebanyak 4.0 ton , maka laba kotor kebun kelapa sawit adalah (usd
650 – 400)= Usd 250 x 4,0 ton = usd 1.000/ha/tahun. Jika dihitung dalam rupiah,
maka keuntungannya menjadi usd 1.000 x Rp14.000/Usd = Rp 14.000.000/ha/tahun.
Besaran bagi hasil antara Negara dan Perusahaan Asing sbb
:
Uraian |
Bagi Hasil |
Keterangan |
|
Negara |
Perusahaan |
||
Minyak |
85 |
15 |
Biaya Investasi dibayarkan negara dengan cara
dicicil dari besarnya bagi hasil. Kelemahan system ini adalah pada perhitungan Biaya
Investasi yang biasa diatur sedemikian rupa. |
Gas |
70 |
30 |
|
Mineral & Pertambangan |
55 |
45 |
Biaya Investasi sepenuhnya menjadi beban Investor |
Perkebunan/Pertanian/ Kehutanan/Perikanan |
50 |
50 |
Biaya Investasi sepenuhnya ditanggung Investor. Pembayaran mulai dilakukan setelah ada tanaman TM,
sesuai dengan realisasinya |
Lain2 Perusahaan Jasa/Perdagangan, dll yang
menyangkut Bumi, Air dan SDA |
25-50 |
50-75 |
Semua usaha seperti Air minum dalam kemasan, Pabrik
Es, Pabrik makanan (yang memerlukan air, bumi dan SDA), Properti (memerlukan
tanah), dll. |
Adapun perusahaan BUMN, BUMD,
UKM, Koperasi, Kelompok Tani, Petani & Nelayan Plasma dan usaha rakyat
lainnya tidak diwajibkan mengikuti pola bagi hasil ini. Dengan demikian maksud
dan tujuan UUD 45 pasal 33 , karena keuntungannya seluruhnya untuk kemakmuran
rakyat sesuai UUD 45 tersebut.
Keuntungan perusahaan
perkebunan hanya dapat diperoleh melalui tingkat produktivitasnya. Seandainya metoda Production Force Management (suatu
metoda intensifikasi yang memungkinkan produktivitas meningkat sebesar 100%,
Hak Cipta no C00201503008, 09 Oktober 2015) digunakan secara nasional, maka
produktivitas nasional akan meningkat minimal 50 % sehingga perhitungan akan menjadi
sbb :
Asumsi produktivitas naik sebesar
50 %. Harga pokok produksi akan berkurang dari usd 450 menjadi usd 350,
sehingga laba usaha perusahaan asing akan menjadi usd diatas 900 trilyun. Pendapatan negara lainnya adalah pajak berupa
Pph para karyawan (yang melebihi batas kena pajak), Pph 29 (Pajak penghasilan
perusahaan), PBB dan lainnya akan meningkat juga akibat adanya peningkatan
produksi. Perhitungan diatas belum termasuk penghematan Devisa akibat
pengurangan impor solar diatas 100 trilyun.
Pola yang sama dapat
diterapkan juga pada seluruh perusahaan asing dibidang pertanian, kelautan, kehutanan,
air minum (mineral water) yang menggunakan tanah (bumi), air dan sumber daya
alam lainnya di negara RI. Pendapatan negara ini agar digunakan untuk sebesar
besarnya kemakmuran rakyat.
Syarat tambahan beroperasinya
perusahaan asing antara lain sangat disarankan supaya seluruh pengeluaran selain gaji dan pajak, 80
% dari laba harus di belanjakan di dalam negeri. Hanya 20 % dari laba usaha
yang boleh dibawa keluar negeri. Begitu juga penggunaan tenaga kerja harus
menggunakan tenaga kerja Indonesia Asli (pribumi) sampai ke level Pengelola
karena tenaga professional untuk bidang kelapa sawit dan pengolahannya sudah
banyak sekali tersedia.
Sumber Pustaka :
1) Antara
News, 2016, http://www.kemenperin.go.id/artikel/1177/asing-makin-kuasai-sawit-indonesia
2) Topan Meiza, 2009, Pengaturan Production Sharing
Contract dalam UU Migas, Jurnal Hukum No 1, Vol. 16 Januari : 88-105
3) Anggita
Rezki Amelia, 2016, Hitung-Hitungan Skema Baru Kontrak Migas Gross Split. https://katadata.co.id/telaah/2016/12/19/hitung-hitungan-skema-baru-kontrak-migas-gross-split.
4) Arif
Budi Ariyanto, Siti Nuraeni S, 2015, Seminar Nasional Cendekiawan 2015 , Univ.Trisakti, https://media.neliti.com/media/publications/171226-ID-none.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar