double income

supermom

Kamis, 11 Mei 2023

 

MENINGKATKAN PRODUKSI TANAMAN TEBU & GULA DI PG BUNGA MAYANG, LAMPUNG

(SUATU PENGALAMAN)

Memet Hakim

Mantan Administratur PG Bunga Mayang 1999-2001

ETCAS Consultan

Dosen LB, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

 

 

Pabrik Gula Bungamayang merupakan salah satu Unit Kerja dari PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) yang bergerak dalam budidaya tebu dan pabrik gula. Dimulai tahun 1971 dan 1972 yaitu survei gula oleh Indonesia Sugar Study  (ISS) untuk melihat kelayakan pembangunan pabrik gula di luar Jawa. Survei serupa juga dilakukan pada tahun 1979 dan 1980 oleh World  Bank  meliputi lima lokasi termasuk Ketapang di Provinsi Lampung. Pada saat itu proyek diserahkan kepada PT. Perkebunan XXI-XXIII (Persero) yang berkantor pusat di Surabaya untuk melaksanakan pembangunan dua pabrik gula ini. Sekarang ibarat gadis cantik dan menarik, PG Bunga Mayang seharusnya dapat menopang PTPN VII secara nyata.

Pabrik Gula didirikan tahun 1982 sampai tahun 1984, kebun tebunya mulai ditanam tahun 1980. Secara nyata, dibangunnya kebun tebu seluas lebih dari 10 ribu ha dengan satu unit pabrik berkapasitas giling 7.000 ton tebu per hari ini memancarkan gelombang ekonomi yang begitu kuat

Tulisan ini merupakan suatu pengalaman saat penulis ditugaskan menjadi administratur di PG Bunga Mayang, PTPN VII, Lampung, pada tahun 1999-2021 yang mungkin bermanfaat untuk digunakan sebagai referensi dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman tebu. Latar belakang saya berasal dari PTP X yakni aneka tanaman, menjadi Administratur di beberapa kebun Karet dan Kelapa sawit. Pada tahun 1998-1999 sempat ditugaskan menjadi Kepala Bagian SDM di PTPN VII (gabungan PTP X, XI, XXIII, XXXI) yang berada di wilayah Sumatera Bagian Selatan. Saat itu yang menjadi Direktur Utama adalah Drs Dadan Rusyad Nurdin Ak, beliau yang menugaskan penulis untuk memperbaiki kinerja PG Bunga Mayang yang sedang terpuruk, merugi terus menerus.

Saat menjadi Kepala Bagian SDM (tahun 1998), merupakan kesempatan yang baik untuk berperan menyatukan berbagai budaya kerja yang dibawa dari 4 perusahaan diatas. Budaya Aneka Tanaman dan Pabrik Gula adalah yang paling berbeda dan unik. Strata organisasinya dan system organisasi nya juga berbeda. Budaya kerja yang berbeda ini ini yang harus menjadi budaya kerja baru yang dapat diterima oleh semuanya. Sasarannya adalah melebur budaya lama menjadi budaya baru lewat program lintas komoditi. Sampai saat ini PTPN X merupakan satu2nya PTPN yang berhasil menyatukan budaya gula dan aneka tanaman dalam arti sebenarnya.

Latar belakang pendidikan penulis adalah lulusan dari fakultas pertanian Universitas Padjadjaran, jurusan Teknik Pertanian. Kemudian pada saat menjadi Administratur di unit Bekri 1994 melanjutkan studi tentang manajemen Keuangan di Universitas Bandar Lampung, sehingga paling tidak dapat membaca laporan keuangan dan arus dana serta rasio2 keuangan. Selanjutnya berkat pengalaman langsung di lapangan dapat menerbitkan buku Tebu, yang menjelaskan bagaimana caranya membuat Kebun Bibit tebu, supaya produktivitasnya tinggi agar murah harga pokoknya. Kemudian 7 tahun kemudian akhirnya melanjutkan studi lagi ke tingkat doktoral untuk meneliti dan mempelajari sebab musababnya industri gula semakin redup. Jadi Ada beberapa hal yang membuat industri gula semakin merana yakni : 1. masalah etos keja (SDM) & organisasinya, 2. masalah teknis agronomi dan 3. Politis.

Kendala utama masalah gula nasional, adalah politik. Sejak pabrik gula rafinasi diijinkan 1990 an, secara perlahan tapi pasti industri gula melemah. Kemenperin (2020) mencatat, terdapat 11 pabrik gula rafinasi dengan kapasitas terpasang 5,016 juta ton per tahun. Semua milik swasta. Dominasi cengkraman aseng makin kuat, sehingga industri gula & petani tebu terbunuh pelan2. Pabrik Gula bumn makin menurun perannya. Upaya lewat holding (Sugar Co) belum terlihat hasilnya.

Saat itu dibuat program lintas komonditi, para asisten atau sinder, asisten kepala/Kepala tanaman dari Aneka tanaman dimutasikan ke Pabrik Gula dan sebaliknya. Ini langkah pertama untuk membaurkan budaya dan menyamakan persepsi di dalam organisasi. PG Bunga mayang yang kapasitas pabriknya 7.000 TCD ini, sejak hampir 8 tahun sebelumnya merugi. akibat luas tanaman tidak mencukupi dan produktivitas rendah, sehingga pabrik hanya bekerja selama 3-3.5 bulan saja, itupun pasokannya jarang sesuai dengan kapasitas pabrik.

Inilah data teknis Kinerja PG Bunga Mayang tahun 1966-1999 sbb

Tabel 1 :  Kinerja PG Bunga Mayang 1996-1999

No

URAIAN

1996

1997

1998

1999

1

Ha Digiling (idealnya 14.000 ha)

14,603

12,452

10,698

11,561

2

Ton Tebu Digiling (Idealnya 1,260,000 ton )

733,898

801,525

598,011

660,496

3

Ton Tebu/ha (Minimal 80 ton/ha)

50.26

64.37

55.90

47.56

4

Rendemen (%) à (Norma 9 %)

5.37

6.41

3.35

6.84

5

Total Hablur (ton)

39,437

51,706

20,034

45,150

6

Total Hablur/ha

2.70

4.15

1.87

3.11

7

Jam Berhenti (Norma : 5 %)

15%

8%

45%

12%

8

% Pol Tebu (norma 12 %)

7.35

8.42

7.94

8.63

       Sumber : Data Primer PG Bunga Mayang

 

Terlihat dari data diatas, produktivitas tebu tahun 1999 saat itu reratanya 47 ton/ha, hablur 3.11 ton/ha, bahkan setahun sebelumnya  hanya 1.87 ton hablur/ha. Sangat rendah dan tentu saja akan merugi. PG ini akan memperoleh laba jika produktivitasnya minimal 70 ton tebu/ha, tapi sasaran ditetapkan 80 ton tebu/ha, sehingga produktivitas hablurnya dapat mencapai minimal 5.6 ton. Prosentasi jam berhenti pabrik (Down time & Breakdown) jauh diatas norma, artinya banyak masalah juga disini. (norma 5%, realisasinya belasan % sampai 45 %. Ini masalah pokok yang harus dihadapi.

Tidak pernah terpikir bahwa saya harus menjadi Administratur di PG Bunga Mayang yang budaya kerja dan organisasi nya berbeda dengan di Aneka Tanaman. Buat saya ni suatu kesempatan untuk membuktikan bahwa pabrik gula ini harus menguntungkan, sama saja dengan perkebunan lainnya, priorotas pertama adalah produksi, kedua produksi dan ke 3 tetap produksi juga. Lewat produksi ada uang yang mengalir dan mendapat laba.  Ada 4 permasalah utama untuk memperbaiki pabrik gula ini ke tingkat normal yakni :

1.     Masalah SDM, dimana para staf dan karyawannya sudah kehilangan etos kerja. Mereka merasa seperti tidak berdaya, karena telah terbiasa bekerja seperti ini. Ibarat tim sepakbola, merupakan the looser team, mental tim sedang berada pada tingkat terendah, tidak punya percaya diri, karena selalu gagal. Faktor ini sangat mengganggu, padahal kemampuan individual dapat dikatakan sangat baik.

2.     Masalah luas tanaman dari kapasitas pabrik 7.000 TCD, teoritis hanya memerlukan areal tanaman 14.000 ha saja, jika rerata produktivitasnya 80 ton/ha. Akan tetapi dengan produktivitas hanya 47 ton/ha, diperlukan areal seluas 24.000 ha. Kapasitas pabrik hanya digunakan sebesar  34 % saja, ditambah dengan pembelian tebu dari perusahaan lain, maka kapasitas pabrik bisa digunakan sampai 44 %, padahal tingkat rendemen gula akan baik, jika pasokan tebu setiap harinya secara kontinyu sesuai dengan kapasitas pabrik.

3.     Areal Kebun Bibit tebu, tidak jelas dan kurang sekali. Jika kebun tebu giling ada 14.000 ha, dengan umur tebu 4 tahun yakni PC 1x, Ratun 3 x, maka kebutuhan Kebun Bibit Datar seharusnya ada 3.500 ha, sehingga total tanaman menjadi 14.000 ha. Kenyataannya jauh dari yang seharusnya, sehingga banyak Tebu Giling yang dikorbankan untuk bibit. Untuk itulah Kebun Bibit cukup dibuat 2 strata yakni Kebun Bibit Pengembangan dan Kebun Bibit Perpanjangan, dengan lokasi tetap, sehingga areal Kebun Bibit bisa berkurang sebesar 50 % nya menjadi cukup 1.750 ha.  (lihat  buku “Menuju Swasembada Gula dengan 4 Pilar Terobosan, 2008”). Kebun Bibit Perbanyakan ini harus dilakukan secara terpusat paling tidak di 3 titik masing2 sekitar 700-800 ha yang dipimpin oleh 3 sinder Bibit.

4.     Realisasi areal tersedia 20.000 ha, di klaim masyarakat 10.000 ha, praktis yang dapat ditanami hanya 10.000 ha, atau efektifnya sekitar 7.000 ha saja setelah dikurangi emplasemen, jalan dan rendahan. Artinya ada sinder dan sinder kepala yang tidak memiliki areal tanaman, mereka inilah yang diberi tugas menjadi sinder dan sinder kepala di TR agar areal tanaman bertambah. Peningkatan produktivitas lewat intensifikasi adalah cara satu-satunya. Di kemudian hari areal yang di klaim masyarakat dapat dikuasai Kembali seluas 7.000 ha, sehingga total menjadi 17.000 ha. Jika ditambah TR maka jumlahnya dapat mencapai diatas 20.000 ha. Artinya lahan tidak menjadi penyebab turunya produktivitas produksi.

Masalah teknis tidak dominan, sehingga akhirnya upaya peningkatan produktivitas difokuskan di ketiga masalah diatas (butir 1-3), bagaimana mental tim yang selalu kalah (the looser team) harus diubah menjadi tim bermental juara atau (the winning team) . Ini pekerjaan lumayan menarik dan cukup memerlukan perhatian. Dengan bantuan Direksi, saya diberikan wewenang untuk mengatur kembali posisi staf tanaman, Tata Usaha, Teknik dan pengolahan dilingkungan internal. Perhitungan kebutuhan areal sebagai berikut :

Tabel 2.  Perhitungan Kebutuhan Luas Areal Tebu berdasarkan kapasitas Pabrik

URAIAN

TON/HA

Kapasitas PG Ton Cane per Day (TCD)

7,000

Jumlah Hari Kerja

180

Total Kapasitas/musim Ton

      1,260,000

Protas  ton/Ha

80

Luasan Tebu Giling (Ha)

14,000

Luas Ha Areal Kebun Bibit (2 Stage)

1,750

Luas Ha Emplasemen, Jalan, Embung, dll (30 %)

4,200

Luas Kebutuhan Total areal

19.950

 

Jadi kebutuhan areal kotor termasuk jalan, emplasemen dan kebun bibit adalah sebanyak 19.950 ha, atau jika dibulatkan menjadi 20,000 ha.  Areal PG Bunga mayang tersedia sekitar 20.000 ha, akan tetapi saat itu dituntut oleh masyarakat 10.000 ha, sehingga praktis yang dapat ditanami hanya sekitar 10.000 ha. Hanya sekitar 7000 ha yang dapat diselesaikan sehingga total saat ini sekitar 17.000 ha. Tentu lahan TR berada diluar areal ini, sehingga jumlah 20.000 tetap dapat dicapai.

Untuk memutus rantai birokrasi, seluruh Kepala Rayon dinaikkan jabatannya setingkat Asisten Kepala/Kepala Tanaman, jadi saat itu Administratur mempunyai 6 Asisten/sinder Kepala, ditambah1 Kepala Pabrik. 1 Kepala Teknik dan 1 Kepala Tata Usaha. Kelebihan staf di bagian Teknik, Pengolahan, Tata usaha semuanya di jadikan asisten tanaman, supaya mereka berperan mencari laba usaha secara langsung. Bagaimanapun laba usaha dapat diperoleh jika ada gula yang cukup.

Teknisnya di lapangan asisten tanaman/sinder yang berasal dari aneka tanaman disisipkan diantara sinder tanaman tebu. Lahan miring atau rendahan pun harus ditanami, agar seluruh areal menjadi produktif.  Tebu Rakyat yang sangat minim saat itu harus diperbanyak agar pasokan tebu ke pabrik meningkat. Diangkat beberapa sinder TR yang baru, walaupun arealnya belum ada, mereka ditugaskan untuk mencari lahan dan memberi contoh terlebih dahulu.

Dibidang organisasi antara Aneka Tanaman dan Gula ada perbedaan prinsip di lapisan Kepala rayon & Sinder sbb :

Tabel 3 : Perbandingan Organisasi dan Tanggung Jawab Sinder di Afdeling

Asisten Afdeling (Aneka Tanaman)

Sinder Afdeling (Pabrik Gula

1.      Bertanggung jawab atas fisik dan biaya diareal yang dipimpinnya

2.      Pekerjaan Pengolahan Tanah  dikerjakan oleh sendiri atau pihak lain, tetapi ybs bertanggung jawan atas kualitas dan biayanya

3.      Pekerjaan Panen sampai produksi tiba di pabrik merupakan tanggung jawab Asisten

4.      Asisten Tanaman harus bertanggung jawab atas seluruh produksi sampai tiba di pabrik beserta biayanya.

5.      Asisten Tanaman berlaku sebagai Manager secara utuh

6.      Tugas Asisten Tanaman sama persis dengan tugas Kepala Rayon di PG.

1.      Bertanggung jawab atas tanaman dan biaya tanaman saja

2.      Pekerjaan Pengolahan tanah dan perawatan dengan menggunakan alat mekanisasi merupakan tanggung jawan Sinder Mekanisasi

3.      Pekerjaan Panen (Tebang Angkut) sampai mencari tenaganya dilakukan oleh Sinder TMA.

4.      Praktis Sinder Tanaman, hanya melaksanakan tanam dan perawatan saja. Sinder Tanaman tidak menguasasi pembiayaan ddari Mekanisasi dan panen.

5.      Sinder tanaman merupakan sinder spesialisasi, tidak menguasi keseluruhan di afdelingnya

6.      Tugas Sinder Tanaman seperti tugas mandor di Aneka Tanaman.

 

Perbedaan prinsip penugasan inilah yang harus dibaurkan, penulis memilih Sinder Tanaman harus bertanggung jawab sepenuhnya atas areal, produktivitas, produksi, keamanan dan seluruh biayanya. Perubahan organisasi yang dilakukan adalah berdasarkan prinsip diatas. Nama asisten diganti dengan nama Sinder supaya tidak ada perbedaan. Untuk hal ini kami mengadopsi pola di aneka tanaman, sehingga para sinder harus tahu, berapa harga pokok tanaman di lapangan sampai masuk pabrik. Semua upaya ini untuk mendukung management by objective dalam rangka menyusun peringkat sinder, peringkat kepala tanaman. Tentu dengan cara terbuka dan objektif seperti ini, etos kerja bertambah kuat. Begitu pula pada TR mereka harus dapat membimbing dengan dana kredit yang disiapkan dapat memperoleh laba. Dengan demikian areal tanaman tebu akan bertambah. Sinder TR (Tebu Rakyat) ditugaskan untuk memiliki lahan sewa dan menanam tebu sendiri, kredit untuk modal kerja disiapkan. Diharapkan rakyat disekitarnya dapat ikut bergabung setelah melihat keuntungan mengelola TR.

Perubahan mendasar di dalam manajemen juga menjadi hal baru yang membuat para sinder lebih antusias dan bertanggung jawab. Sinder TS (Tebu Sendiri) juga diperbolehkan memiliki areal TR sendiri, itulah berbagai cara untuk menambah luas areal tebu dari 11.500 ha menjadi lebih besar. Hanya saja kelak ijin memiliki lahan TR secara pribadi, dijadikan persoalan karena ada sinder yang memiliki tebu agak luas, walau sebenarnya membantu meningkatkan laba usaha PG Bunga Mayang.

Selain itu semua mandor, mandor besar, sinder yang menghasilkan tebu diberikan premi Rp 1,-/kg tebu giling yang masuk ke pabrik, begitu juga untuk seluruh asisten kepalanya. Untuk staf teknik diberikan premi atas dasar sedikitnya downtime dan breakdown mesin. Sedang untuk Bagian Pengolahan berdasarkan rendemen dan pasokan tebunya. Manajemen by Objective benar2 digunakan agar semua unsur staf dapat berkompetisi secara sehat. Semakin banyak tebu masuk pabrik preminya akan semakin tinggi, ternyata ini berhasil memacu motivasi kerja para sinder dan mandor di lapangan. Peringkat produktivitas sinder tanaman selalu diumumkan setiap hari berdasarkan tebu yang masuk ke pabrik. Mereka bersaing ingin yang terbaik. Di dalam penilaian kondite juga daftar peringkat ini menjadi acuan utama.

Pemberian premi dan pemberian ijin memiliki lahan TR ini ternyata dapat mengurangi kecurangan yang biasa dilakukan di lapangan, karena mereka sudah mendapatkan pendapatan tambahan yang cukup menarik dan halal. Ini juga salah satu cara merubah mind set dari yang bekerja seadanya menjadi ber “pola pikir bisnis” dan “berkerja dengan hati”. Semua sinder tanaman dinilai berdasarkan prestasi perolehan tanaman tebunya. Pada tahun kedua banyak sekali kejutan areal TS dan TR bertambah dari sekitar 11.500 ha menjadi lebih luas Produktivitas tebu meningkat dari 47 ton/ha/tahun menjadi 79 ton/ha/tahun, sehingga pabrik dapat bekerja lebih lama dan gula yang dihasilkan lebih banyak, padahal masalah teknis belum disentuh.

Yang menarik sekali dari upaya ini adalah ternyata yang berhasil mendapatkan produktivitas tertinggi adalah sinder yang berasal dari bagian pengolahan, bagian teknik dan aneka tanaman. Perolehan produktivitas staf yang berasal dari tebu itu sendiri berada di papan tengah dan bawah. Mungkin karena sinder tanaman merasa lebih tahu secara teknis, jadi lalai, sedang yang belum tahu, melaksanakan petunjuk dengan sepenuh hati. Kelak mereka ini ada yang menjadi pimpinan di lingkungan PTPN VII.

Fakta ini menunjukan bahwa etos kerja itu besar sekali pengaruhnya, para sinder yang berasal non tanaman, mereka merasa tertantang untuk mengalahkan temannya dari sinder tanaman. Akan tetapi sinder tanaman yang mengetahui masalah teknisnya belum merasa tertantang, karena sudah terbiasa. Setelah mendapatkan premi yang lumayan jumlahnya, barulah mereka ikut tertantang dan termotivasi. Inilah pengalaman yang paling mengesankan bagaimana PG yang selama 8 tahun merugi terus menjadi unit yang menguntungkan melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi, bahkan menjadi tulang punggung perusahaan.

Sebagai parameter produktivitas adalah pabrik gula yang terdekat yakni PT Gunung Madu Plantation yang tingkat produktivitasnya cukup baik. Kinerja perusahaan itu digunakan sebagai pembanding kinerja PG Bunga Mayang. Tahun pertama di PG Bunga Mayang, hanya melakukan

1.     Perubahan paradigma mengelola tanaman tebu supaya dapat menguntungkan, bukan sekedar mendapatkan upah kerja saja,

2.     Memotong jalur birokrasi dengan re-organisasi di internal,

3.     Melakukan briefing, evaluasi secara berkala (mingguan, bulanan).

Tahun kedua sudah terlihat tanda2 keberhasilan dari mulai semangat kerja yang mulai tumbuh. Tanda-tanda itu terlihat dari topik pembicaraan jika mereka saling bertemu, ada rasa kompetisi, ada rasa saling memberi info dan ada rasa bangga terhadap hasil pekerjaannya. Ini sangat penting karena dengan semangat kerja seperti ini kinerja akan meningkat. Pada tahun ke-3 yakni tahun 2001, produktivitas menjadi 79 ton/ha dan luasan tanaman tebu bertambah (Sayang data primernya belum diperoleh).

Walaupun belum 100% tercapai apa yang diinginkan, tapi yang jelas pada tahun kedua ini, PG Bunga Mayang sudah mulai bisa berkontribusi positip, sudah mengunttungkan. Unit PG yang selalu beban  unit kerja aneka tanaman, sekarang sudah bisa berdiri tegak, bahkan bisa membantu unit yang merugi. Kapal yang terseok-seok hampir tenggelam itu, telah menjadi kapal induk yang kuat. Sayang sekali pada pergantian Direksi berikutnya, apa yang telah dilakukan dan dicapai justru dikembali ke posisi awal sampai sekarang, tidak heran jika kapal induk yang siap melindungi unit lainnya kembali menjadi beban.

Selepas meninggalkan PTPN VII, pengetahuan tentang tebu dan gula ini sempat dimanfaatkan di Direktorat Jendral Perkebunan, sebagai Sekretaris Tim Percepatan dan Peningkatan Produksi Gula membantu Dr.Ir. Nasirudin Amirudin sebagai ketuanya saat Ir. Achmad Mangga Barani, MM, sebagai Dirjen Perkebunan. Sayang sekali sekali saat itu, tim tidak dapat membuat perencanaan yang menyeluruh untuk memperbaiki nasib petani tebu rakyat dan BUMN gula, sehingga hasilnya tidak dapat memenuhi harapan Dirjenbun saat itu. Jika masalah di PG Bunga Mayang adalah SDM (etos kerja dan mind set)

Secara teknis memang untuk meningkatkan produktivitas perlu diperhatikan pemupukan, dosis, frekuensi, cara dan waktu aplikasi. Pemberikan bahan organik dan zeolite dapat membuat sinergi positip. Diagnosis and recommendation integrated system (DRIS) perlu digunakan supaya tercapai produktivitas optimum. Pembibitan dengan pola 2 tahap dapat menghasilkan tebu giling yang lebih luas pada tingkat harga yang sama. Menggunakan bibit sebanyak 12 ton bibit tebu, hasilnya akan diatas 100 ton/ha, ini cara praktis tapi efektip.. Dengan pola kebun bibit konvensional (4 tahap) sebanyak 6-7 ton ha, biayanya akan sama dengan 11-12 ton/ha jika menggunakan kebun bibit 2 tahap.

Faktor dominan berikut yang mempengaruhi hasil tebu bibit adalah jumlah batang, Indeks Luas Daun, serapan N dan tinggi tanaman. Pengaturan jarak tanam dan dosis pupuk urea dapat meningkatkan hasil pada lahan kering. Dalam upaya mencapai swa sembada gula, tanaman tebu di lahan kering bahkan yang terbengkalai ataupun yang berbukit pun dapat ditingkatkan, artinya potensi tebu di lahan kering bagus, jika dikelola dengan baik. Untuk mendapatkan rendemen gula yang baik, pasokan tebu harus kontinyu dan sesuai kapasitas pabrik, varitas terpilih, tebu segar dan manis, umur tebu ideal dan jam berhenti < 5%.

 

Referensi :

Memet Hakim, 2008, Tebu, Menuju Swasembada Gula dengan 4 Pilar Terobosan, Emha Training

            Center & Advisory Services dan Media Perkebunan Dirjenbun.

 

Memet Hakim & Sulya Djakasutami, 2010, To Obtain the Maimal Yield by Using N Fertilizer in

            Sugarcane, Agronomy Journal, ASA, Madison,WI (Draft)

 

Memet Hakim, 2013, Peningkatan Hasil Tebu Bibit pada Aeric Humaquepts dan Typic Haplohumults

dengan Pemupukan Nitrogen dan Jarak Tanam di Kebun Bibit, Disertasi Program Pasca Sarjana Univ. Padjadjaran

 

Memet Hakim, 2022, Pembunuh Industri Gula itu ternyata Rafinasi,

https://energyworld.co.id/2022/12/27/pembunuh-industri-gula-itu-ternyata-rafinasi/

 

PTPN Vll (ptpn7.com), 2022, PG Bunga Mayang, Magnit Ekonomi Kawasan Ketapang.

            https://www.ptpn7.com/Readpost/pg-bungamayang-magnet-ekonomi-kawasan-ketapang#

 

Scribd.com,  Kondisi Dan Gambaran Umum PG bungamayang,

            https://id.scribd.com/doc/277110441/Kondisi-Dan-Gambaran-Umum-PG-bungamayang

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar