Pengamat Sosial: BUMN di Bawah Erick Thohir Salah Kelola &
Rakyat Jadi Korbannya
Ilustrasi Kementerian BUMN (IST)
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bawah Erick Thohir
salah kelola dan rakyat yang menjadi korbannya. Di bawah Erick Thohir, beberapa
BUMN mengalami kebangkrutan.
“Meneg
BUMN gembira melihat sejumlah BUMN berhasil menduduki peringkat teratas dalam
pendapatan dalam daftar 100 perusahaan terbesar yang dikeluarkan Majalah
Fortune tahun 2021. Nilai assetnya bumn 9.399 Triliun, dividennya 37 T (0.4 %).
Ini kan gak bener, harusnya jika 5 % saja dividennya minimal 470 T. Terus ada
27 bumn yang merugi sampai 12 T dari 72 bumn atau 37.5 %. Artinya banyak yang
tidak beres di bumn ini,” kata pengamat sosial Memet Hakim kepada redaksi
kepada redaksi www.suaranasional.com, Rabu (21/12/2022).
“Dengan
dana yang ada tentu PBB bisa bebas, subsidi pupuk, pendidikan, kesehatan,
listrik dapat diperbesar. Tranportasi umum dapat dibuat murah tapi nyaman,
sehingga orang penggunaan mobil pribadi berkurang,” paparnya.
Selain
itu, Memet mengatakan, ada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp
335,6 triliun termasuk target setoran dividen BUMN kepada pemerintah senilai
Rp37 triliun. Senada dengan itu Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics
(CORE) Indonesia juga mengatakan kemungkinan besar realisasi penerimaan negara
akan jauh melampaui target, bahkan bisa mencapai 110 persen.
“Terlihat dari penjelasannya, ternyata titik berat
penerimaan negara adalah dari pajak. Pantas saja pemerintah menyusahkan rakyat
jelata, semuanya pake pajak, sedang sumber lain tidak digali. Ini pertanyaan
besar buat Menkeu,” jelasnya.
Dampak
Omnibus Law bagi pertambangan: Kaltim saja dari batubara berpotensi kehilangan
Rp 9 Triliun, bayangkan di Indonesia ada 38 Provinsi. Nilai ekspor nikel saja
tahun 2022 sekitar Rp 465 triliun.
Di
bidang perkebunan 8 juta ha merupakan milik asing, minimal akan diperoleh 50-60
T, sebagai tambahan. Di bidang Kehutanan (HTI), Perikanan, Pembenihan,
Peternakan, jika dijumlahkan diperkirakan jauh di atas 100 T.
Di
bidang Pertambangan, jauh lebih besar lagi nilainya. Ekonom Faisal Basri (2021)
menilai bahwa Indonesia mengalami kerugian sekitar Rp200 triliun pada lima
tahun terakhir dalam sektor pertambangan, akibat banyaknya ‘kebocoran’ dalam
ekspor dan kebijakan yang menguntungkan pihak asing. Itu kerugian akibat
kebocoran saja, Dari uraian diatas, sebenarnya potensi penerimaan negara akibat
PSC pasti lebih besar.
Perusahaan Air Minum asing yang kapasitasnya 30 juta
liter, juga akan menghasilkan dana. Pajak tenaga kerja asing dan fiskal jika
dikenakan bisa ratusan triliun juga.
Kata
Memet, tindakan yang diperlukan saat ini adalah menghentikan adanya aliran dana
keluar, memperbesar aliran dana ke dalam. Artinya setop atau batasi impor,
dorong ekspor. Begitu juga hentikan pengiriman uang keluar, termasuk keuntungan
perusahaan asing harus dibelanjakan di dalam negeri.
*Dengan
setop impor pangan & sayuran akan membuat petani bangkit dan kita bisa
mencukupi pangan sendiri bahkan ekspor. Ini menyangkut 60 % nasib penduduk di
luar kota. Setop impor barang kelontong & spareparts, industri dalam negeri
akan bangkit. Dengan tindakan ini paling yang kecewa hanya importir saja,
eksportir bahkan makin semangat,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar